LANGGUR,MALUKU – Menghayati dan memaknai kematian Yesus di kayu salib, umat Katolik Maluku Tenggara (Malra), memiliki tradisi unik yang diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasi.
Yakni, sebuah tradisi Paskah yang dirayakan oleh masyarakat Langgur di Ibukota Malra, yang berlangsung pada Tri Hari Suci, yang diawali dengan Kamis Putih, Jumat Agung dan Paskah.
Dimana, umat Katolik setempat akan menggelar tradisi Langgur Hening, dengan menutup sentra keramaian yakni akses jalan dan pasar yang berada di jantung ibukota Malra tersebut.
Selama penutupan jalan, masyarakat dilarang membuat kebisingan, dihimbau agar lebih tenang memaknai kisah sengsara Yesus di kayu salib.
” Makna rohani inilah, yang kemudian dimaknai dalam situasi khusyuk, lebih tenang sebagaimana jika ada sanak kerabat yang meninggal dunia, rumah dimana jenazah berada dalam situasi berkabung, dalam hal ini tenang jauh dari kebisingan,” jelas Pastor Paroki Langgur, Eko Rejaan Projo, yang dihubungi INTIM NEWS, via sambungan telepon, Sabtu (08/04/2023).
Pastor menerangkan, lebih dari itu, untuk menciptakan suasana tenang dan khusyuk, pertama untuk menghormati Tuhan Yesus yang wafat tetapi juga punya timbal balik kepada umat misalnya keluar dari kesibukan dan rutinitas sehari-hari untuk merenungkan relasi antara Tuhan dan sesama.
Menurutnya, bagi tradisi umat Katolik, Paskah dimulai dari Minggu sengsara yang ditandai dengan Minggu Daun (Palem). Secara lebih khusus, setelah Minggu Daun kita masuk pada Tri Hari Suci, yang dikenal dengan Tridum Paskah yang diawali dengan Kamis Putih (Perjamuan terakhir), Jumat Agung (sengsara Yesus) dan masuk pada perayaan Paskah (kebangkitan).
” Sesuai liturgi Katolik kita buka dengan tanda salib. Pada awal perayaan Misa Kamis Putih dan tidak diakhiri dengan tanda salib karena sebenarnya hanya satu ibadat penuh dan dirayakan selama yang tiga hari,” Sebutnya.
Artinya, jelasnya, masih ada perayaan lanjutan itu masuk pada hari Jumat Agung, dalam liturginya juga tidak ada tanda salib pembuka dan penutup karena liturginya, masih berlangsung sampai Paskah.
Wakil Uskup wilayah Kei Kecil ini juga menjelaskan, dalam liturgi malam Paskah nanti diakhiri dengan tanda salib penutup, sebagai penanda berakhirnya keseluruhan ibadat tersebut.
Melibatkan Denominasi Agama
Pastor menuturkan, tradisi ini juga melibatkan saudara-saudara dari denominasi agama misalnya, GPM dan saudara-saudara Muslim. Misalnya, pada saat penutupan ohoi, Langgur sunyi sepi, tidak ada kendaraan. Pada malam harinya akan dinyalakan obor di pinggir jalan.
” Nah, obor ini ada juga dari saudara GPM, saudara Muslim, mereka bergabung dengan Orang Muda Katolik (OMK) Langgur, mempersiapkan obor-obor sepanjang jalan,” ungkapnya.
Selain itu, selesai perayaan Vigili Paskah Langgur, akan dilintasi kegiatan obor dari saudara GPM.
” Jadi bisa dikatakan, ini merupakan bentuk toleransi dari umat beragama di tanah Evav untuk Indonesia,” pungkasnya.
Diketahui, selama Tri Hari Suci masyarakat Malra akan berbondong-bondong berbelanja bahan pangan di pasar Kota Tual, yang dahulunya satu wilayah administratif. Namun karena pemekaran, memisahkan 2 wilayah tersebut.
Dan uniknya, 2 wilayah ini hanya dibatasi jembatan Watdek sebagai perbatasan wilayah. (Vera)
