Hot News

Imbas Proyek MBR PT MCA, 3 Rumah Warga Terancam “Ambles”

AMBON,MALUKU – Imbas dari proyek MBR Bukit Hijau Urimessing yang dibangun oleh PT Matriecs Cipta Anugerah (MCA), 3 unit rumah warga yang berada di sekitar lokasi proyek terancam ambles.

Ironisnya, perusahaan yang di pimpin oleh Marla Beatrics Kaylola, atau akrab disapa Maya selaku Direktur Utama, diduga kuat dibeking mantan orang nomor 1 di kota Ambon. Marla seolah membangkang dan tidak peduli, padahal sebelumnya sudah ada proses mediasi menanti itikad baik yang dilakukan pemilik rumah beserta kuasa hukum, yang menangani perkara tersebut.

Informasi yang diterima INTIM NEWS, pembangunan oleh perusahaan sudah dilakukan sejak tahun 2018 dengan total 220 unit rumah dan secara langsung menghilangkan sebagian lahan dari Stelly Bath Noya selaku pemilik rumah yang menjadi korban pembangunan proyek. Upaya meminta ganti rugi telah ditempuh namun lagi-lagi mentok di pihak perusahaan.

Padahal, upaya meminimalisir longsor sudah diupayakan, dengan teguran ke pihak perusahaan terkait dan permintaan pembuatan talud sejak 2019 dan 2020, disanggupi namun tidak ada realisasi hingga kerusakan semakin parah.

Ruang mediasi tidak kunjung digubris, pihak pemilik lahan berinisiatif memakai pengacara untuk mengajukan somasi. Demikian, diakui pemilik lahan Stelly Bath Noya saat ditemui awak media, Jumat (14/10/2022), di kediamannya.

” Pihak Perusahaan telah melanggar rekomendasi PU. Secara resmi kami telah sampaikan dan dijanjikan akan dibuat talud penahan tanah namun hingga hari ini belum terealisasi, malahan kerusakannya semakin parah,” beber Noya.

Menurutnya, jika tidak segera dibangun talud penahan tanah, dikhawatirkan akan ambles sepenuhnya yang semula panjang lahan sekitar 50 meter, lebar 20 meter sudah berkurang banyak.

” Jadi, semenjak pembukaan lahan, pemotongan badan gunung itu tegak lurus tidak ada sudut dan berbatasan langsung dengan tanah kita karena kami menyadari akan segera longsor, sudah kami minta dibangun talud penahan tanah, mereka menyepakati,” akuinya.

Namun, pada saat musim hujan 2019 sampai 2021 tanah terus longsor dan imbas kerusakan parah pada awal Juli 2022, saat intensitas hujan sangat tinggi juga material tanah semakin sedikit karena tergerus longsor.

Dirinya menambahkan, yang kami minta hanya pertanggungjawaban penuh, pembangunan talud sesuai dengan rekomendasi Dinas PU dan Walikota, kami tidak ingin apa apa.

Ironisnya lagi, pada saat kejadian tanah longsor sekitar bulan Juli 2022, terdapat lansia berusia 75 tahun di rumah dan ini tentunya sangat membahayakan jika sewaktu-waktu bisa saja ambles tanah sekitar rumah kami.

Pandangan Kuasa Hukum

Di tempat yang sama, Kuasa Hukum pihak terdampak yakni Alfred Tutupary dari kantor hukum Alfred Victori Tutupary yang resmi ditunjuk semenjak bulan Agustus 2022 menyatakan, sehubungan dengan dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh PT Matriecs Cipta Anugerah, mengakibatkan kerugian bagi klien kami

” Langkah awal yang telah kami lakukan adalah, melayangkan somasi kepada pihak PT Matriecs dan ditanggapi sehingga berujung pada adanya mediasi kedua belah pihak. Namun, mediasi tersebut buntu lantaran pihak Perusahaan mengkalkulasi semua kerugian yang dialami klien kami dengan tidak sesuai,” urai Tutupary.

Menurutnya, pihak perusahaan tidak punya itikad baik karena tidak memperhatikan volume maupun standar dan kualitas bangunan penyangga tanah maupun rumah.

” Untuk itu, dalam pekan depan kami akan mengajukan gugatan sehubungan dengan kasus ini, ke Pengadilan Negeri Ambon. Saat ini, kami tengah merancang gugatannya seperti apa,” imbuh Pengacara Flamboyan tersebut.

Dalil Marla Beatrics Kaylola – Pihak Pengembang

Di kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Matriecs Cipta Anugerah Marla Beatrics Kaylola berdalil sudah beritikad baik, dengan berusaha mengganti sesuai kerugian yang dialami.

” Kita sudah menyurati secara resmi pihak keluarga Noya, sesuai perhitungan keluarga diminta 200 juta namun konsultan teknis sudah mengukur total biayanya hanya sekitar 100 juta lebih,” jelas Kaylola.

Sebutnya, dengan rincian perbaikan rumah Rp24 juta, pembangunan talud penahan tanah berkisar Rp 90 juta lebih. Kalau talud kita yang buat, namun pihak keluarga mau mengerjakan sendiri.

Kembali Maya berdalih, sejak pembangunan sudah dibuat Bronjong karena aliran air yang cukup deras dan aktivitas pembuangan sampah sembarangan oleh warga yang bermukim di sekitar lokasi proyek.

” Saya kan sudah beli lahan, otomatis itu milik saya. Jika saya tutup daerah aliran air, gimana?  saya kan juga punya rasa kemanusiaan, intinya kita punya itikad baik untuk mengganti,” ujarnya. (Vera)

Print Friendly, PDF & Email
Comments
To Top