BANDA,MALUKU – Dikutip dari Jendralnews, tangis haru mewarnai kedatangan anak cucu orang Wandan kediaman Banda Eli di Pelabuhan Banda Neira, Kamis (16/06/2022).
Berdasarkan sejarah, tahun 1621, Jan Pieterzoon Coen yang sudah jadi Gubernur Jenderal VOC tiba untuk kedua kalinya dikepulauan Banda bersama armada 13 kapal besar, sejumlah kapal pengintai, dan 40 jungku dan sekoci.
Disertakannya pula 1.600 orang Belanda, 300 narapidana Jawa, 100 samurai Jepang, serta sejumlah bekas budak belian.
Dalam waktu singkat, Pasukan VOC langsung menguasai pusat rempah-rempah kepulauan Banda ini dengan cara teramat keji. Ribuan penduduk Asli kepulauan itu dibantai tanpa perikemanusiaan atas perintah Gubernur Jenderal J.P Coen.
Diperkirakan dari 15 ribuan penduduk Kepulauan Banda saat itu, yang tersisa kurang dari 1000 orang saja akibat pembantaian VOC tersebut. (R.Z. Leirissa & Djuariah Latuconsina, Sejarah Kebudayaan Maluku, 1999:111).
Pasukan VOC mengejar penduduk yang melarikan diri ke hutan dan puncak gunung. Penduduk yang ditemukan, dibunuh. Rumah dan perahu dibakar atau dihancurkan. Mereka yang berhasil lari, sekitar 300 orang, mencari perlindungan pada Inggris atau pergi menuju kepulauan Kei dan Aru.
Hari ini, memasuki 401 Tahun kemudian dalam tarik Masehi, pagi yang cerah dan ratusan orang menyambut tibanya KM Ngapulu di pelabuhan Banda Naira pukul 06:45 menit, Kamis (16/06/2022), membawa rombongan dari kepulauan Kei.
Rombongan ini adalah keturunan langsung dari sekitar 300 orang asli Kepulauan Banda yang selamat dari pembantaian VOC Tahun 1621. Sekitar 150-an orang anak cucu yang bergabung dalam Basudara Wandan disambut dengan upacara adat Banda, tangis keharuan 2 saudara yang terpisah selama 4 abad pun pecah diatas jembatan Banda Neira.
Meskipun Tarian Cakalele Banda yang dipentaskan itu terus menghentak selama kurang lebih 30 menit, namun suasana sukacita haru diantara 2 saudara yang kembali bertemu ini tak bisa dibendung derai-derai sembab berair dari mata mereka yang pernah sama-sama teraniaya oleh kekejaman kolonialisme VOC.
Kegiatan Muhibah Budaya Jalur Rempah Tahun 2022 yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek, bekerja sama dengan pihak TNI Angkatan Laut RI ini menyertakan Banda sebagai satu titik persinggahan sekaligus pelaksanaan dari rangkaian kegiatan itu.
Melalui event ini diharapkan, dapat menumbuhkan kebanggaan akan jati diri
daerah-daerah di Indonesia dan memperkuat jejaring interaksi budaya antar daerah, sehingga memperteguh ikatan ke-Indonesiaan ini ternyata ampuh menelusuk relung kalbu komunitas anak cucu Wandan maupun saudaranya yang bertahan hidup ditanah asal kepulauan Banda.
Kendati terpisah jarak ribuan mil dalam kurun waktu selama 4 abad, sedikit pun tak melunturkan ingatan serta kesadaran kolektif akan asal-usulnya, sekalipun ada fakta sejarah kelam yang setia membeban sarat dalam pikulan peradaban mereka ditanah Banda akibat terampas putus ditangan besi kolonialisme VOC.
” Jadi selama 400 tahun keluarga Wandan ada di Kei dan hari ini momentum yang sangat besar untuk kumpul bersama basudara disini. Kemudian nenek moyang kita ada di Lontor, ada Salamun, ada di Roem, ada di Ai, dan semua pulau yang ada di Banda. Oleh karena itu, hari ini sejarah membuktikan generasi ini membuat sesuatu yang baru, bahwa hari ini silahturahim antara Wandan Asli dengan Banda di Banda Neira. Terima kasih,” ungkap Udin Pasole Rumra, secara lantang di atas Jembatan Banda Neira.
Umar Pasole Rumra Anak Cucu Wandan yang berkediaman di Jakarta ini, menerjemahkan ucapan berbahasa asli Banda dari Raja Wandan Haji Udin Latar yang diucapkan sebelumnya, sewaktu prosesi ritual adat sujud ketanah dan menginjakan kaki keatas tumpukan tanah hitam pulau Banda yang sudah ditaruh diatas sebuah wadah piring.
Orang- orang Wandan adalah komunitas yang tergusur dari tanah aslinya di kepulauan Banda, nenek moyang Wandan ada di Lontor, ada Salamun ada di Roem, ada di Ain, dan semua pulau yang ada di Banda seperti ucapan berbahasa asli Banda Raja Wandan Udin Latar maupun terjemahannya dari bibir Umar Pasole Rumra.
Sekembalinya tadi pagi di Banda, antusiasme yang tinggi ditunjukan pula oleh semua saudaranya di tanah asal Banda. Mereka tak hanya larut dalam deraian tangis sukacita, ataupun mementaskan tarian tradisional dan menaikan prosesi ritual adat. namun pintu rumah kediaman mereka pun dibukakan lebar-lebar untuk menampung semua rombongan dari Wandan, saudaranya yang berada jauh di kepulauan Kei, arah Tenggara kepulauan Maluku.
“ Katong (kita) setuju untuk tinggal langsung pada rumah Basudara Banda disini supaya bisa terbangun tali silahturahim,hubungan basudara yang sudah lama terpisah selama 500 tahun ini” ungkap Muhamad Adriansyah Alham Rumra (22), seorang generasi muda anak cucu Wandan kediaman kota Ambon (Maluku ), yang turut mengikuti kegiatan ini.
Senada dengan Alham Rumra, Isra Prasetya Idris Ketua Persatuan Banda Muda (PERBAMU) juga sangat mendukung adanya niat tulus masyarakat asli Banda yang rumahnya digunakan untuk menampung tamu dari Banda Eli ini.
” Saya setuju, dan bersuka cita karena Basudara dari Banda Eli mau tinggal dirumah saudaranya masyarakat Banda selama kegiatan Muhibah Budaya Jalur Rempah tahun 2022 ini dilaksanakan disini, kita PERBAMU bantu mengkoordinir rumah yang digunakan dan semua basudara disini sukarela untuk mendukung hal ini,” ungkap Pengusaha muda ini.
Tak Menyimpan Dendam dan Minta Diadakan Setiap Tahun.
Keharuman pala dan cengkih serta harganya yang tinggi lebih dari 4 abad lalu telah menjadi alasan VOC dan bangsa Eropa lainnya untuk berlayar ketimur mencari pusat rempah-rempah itu.
Hingga akhirnya Tragedi kemanusiaan Genosida tahun 1621 di Banda membuat penghuni pulau kaya rempah-rempah ini harus terserak ke berbagai penjuru, terusir dari tanah datuk-datuknya.
Meski begitu, namun tak ada secuil dendam apapun yang tersimpan dalam nurani orang Wandan kepada praktek Kolonialisme VOC 4 abad silam yang diderita oleh leluhur hingga anak cucu orang Wandan.
” Seng (tidak) ada dendam apapun untuk Belanda ataupun VOC,” ungkap Muhamad Adriansyah Alham Rumra.
Generasi muda anak cucu Wandan yang berkediaman tetap di kota Ambon ini turut mengikuti kegiatan ini supaya tidak buta sejarah nenek moyangnya.
Ia pun turut mengapresiasi kegiatan ini serta berharap, agar pemerintah terus menyelenggarakannya setiap tahun.
Turut hadir pada acara tersebut, anak cucu Wandan dari Banda Eli yakni, Amir Rumra Ketua Komisi I DPRD Maluku, Abdul Azis Latar Direktur PT Dok Waiame, Udin Pasole Rumra, Raja Banda Eli dan Imam Besar Masjid Banda Eli. Selain itu, Syamsul Rifan Kubangun selaku Ketua KPU Maluku, Syarifuddin Borut yang menjabat Ketua DPRD Kota Tual serta ratusan warga Banda Eli juga turut dalam rombongan.
(sumberJNews)
