Hukum & Kriminal

GAKMT Minta Kejaksaan Pro-Aktif Tangani Indikasi Korupsi di Malra

Agli Harto Elkel - Koordinator Gerakan Anti Korupsi Maluku Tenggara (GAKMT)

AMBON,MALUKU – Gerakan Anti Korupsi Maluku Tenggara (GAKMT), meminta Kejaksaan untuk pro-aktif terhadap setiap laporan indikasi korupsi yang masuk di lembaga hukum tersebut.

Koordinator GAKMT, Agli Harto Elkel, kepada INTIM NEWS, Senin (22/03/2021) menyampaikan, di Maluku Tenggara (Malra), terdapat indikasi penyimpangan pada proyek-proyek strategis, baik dibiayai oleh APBD maupun APBN selama ini masih luput dari penanganan. Untuk itu, pihak Kejaksaan baik Kejagung, Kejati Maluku maupun Kejari Tual harus pro-aktif.

Menurut Agli, adanya laporan-laporan masyarakat yang disampaikan ke Kejaksaan seperti dugaan proyek mangkrak harus ditindak lanjuti, tidak boleh mengecewakan masyarakat dan jadikan masyarakat sebagai mata dan telinga Kejaksaan.

” Kejaksaan dan BPK RI harus berada dalam satu nafas dan kepentingan, dimana data kerugian menjadi dasar kecurigaan Kejaksaan, sehingga terdapat kesamaan cara pandang yang akhirnya memudahkan dalam mengungkap dugaan pidana korupsi,” ujar Agli.

Katanya, dalam penanganan laporan dugaan korupsi tidak perlu ada tebang pilih, haruslah berpegang teguh pada asas equality before the law (sama kedudukan dalam hukum), dalam pemberantasan tindak pidana korupsi maka konsekuensi logisnya adalah,  tidak boleh ada yang mendapat perlakuan istimewa.

” Secara limitatif asas before the law menghendaki adanya perlakuan yang sama, antara orang yang satu dengan orang yang lainnya, dengan mengesampingkan berbagai faktor yang ada pada orang-orang tersebut,” tandas Agli.

Oleh karena itu, tuturnya, kami mendorong Kejaksaan untuk terus menjalankan kewenangan dan fungsinya dalam penegakan hukum. Kiprah Kejaksaan adalah wajah pemerintah, kiprah Kejaksaan adalah wajah kepastian hukum, Kejaksaan harus bekerja keras untuk menyelamatkan aset-aset negara.

” Namun, yang menjadi catatan penting adalah, dalam penegakan hukum jangan sampai menimbulkan ketakutan yang menghambat percepatan maupun inovasi,” bebernya.

Selain itu, kami sebagai gerakan anti korupsi meminta Kejaksaan, agar kasus hukum di Malra yang sudah diberikan SP3, dapat dibuka kembali apabila adanya Novum atau atau alat bukti baru. Hal tersebut dimungkinkan karena dari  segi hukum formal, SP3 tidak termasuk kategori nebis in idem karena bukan termasuk dalam lingkup putusan pengadilan, melainkan hanya berupa kebijakan karena tidak terpenuhinya syarat formil dalam tingkat penyiidikan.

” Pada prinsipnya, kami mendukung tugas dan wewenang Kejaksaan dengan menerapkan asas equality before the law,” pungkas Agli. (Vera)

Print Friendly, PDF & Email
Comments
To Top