AMBON,MALUKU – Melalui proses yang panjang, Saniri Negeri Batumerah periode 2021-2027, secara resmi telah dilantik oleh Walikota Ambon Richard Louhenapessy, pada hari Jumat (19/03/2021) kemarin di Balai Kota. Pelantikan tersebut dinilai tepat karena dasar pertimbangannya adalah, kepentingan Musrembang Negeri harus segera dilaksanakan dan mengingat pembangunan serta jalannya pemerintahan, harus diawasi oleh lembaga Saniri Negeri.
Menanggapi pelantikan tersebut, beberapa tokoh adat dan tokoh masyarakat di Negeri Batumerah, ikut memberikan apresiasi terhadap langkah yang telah diambil oleh Walikota Ambon. Namun juga, secara kritis-mengkritik pelantikan tersebut karena dinilai menabrak regulasi dan adat istiadat. Salah satunya adalah Sekretaris Pemuda Negeri Batumerah, Ronny Ternate.
” Saya sangat mengapresiasi pemerintah kota Ambon, terkait pelantikan Saniri/BPD, apabila pertimbangannya karena desakan untuk segera melakukan Musrembang Negeri. Hal ini penting karena demi pembangunan dan pelaksanaan pemerintahan. Akan tetapi, pelantikan tersebut juga Saya nilai, terdapat kecacatan administratif dan pelanggaran regulasi serta tidak mencerminkan perlindungan terhadap masyarakat hukum adat dan cacat hukum,” tegas Ronny, Selasa (23/03/2021), kepada INTIM NEWS.
Ronny membeberkan, ada beberapa catatan yang keliru dari pemerintah kota Ambon, terkait dengan kelengkapan administrasi Anggota Saniri Negeri. Misalnya saja, ada di antara Anggota Saniri Negeri yang dilantik merupakan warga yang berdomisili di kelurahan dan kabupaten lain.
” Contohnya setahu Saya, saudara Rasyid Wala dia adalah warga sekaligus Ketua RT di Kelurahan Rijali dan bukan anak adat. Ada juga saudara Rusdi Masawoe yang merupakan warga yang berdomisili di Dusun Telaga Kodok, Negeri Hitu, kabupaten Maluku Tengah. Sungguh sangat tidak lucu, jika pemerintahan Negeri Batumerah diawasi oleh lembaga Saniri yang anggotanya adalah, bukan warga Negeri Batumerah, sebut Ronny.
Menurutnya, setahu Saya sudah ada penolakan dari Masyarakat Hukum Adat yang telah menyampaikan surat penolakan terhadap pencalonan saudara Rasyid Wala kepada Walikota Ambon karena yang bersangkutan bukan anak adat.
” Seumur hidup Saya sampai sekarang, belum pernah terjadi karena setahu Saya marga bisa duduk di lembaga Saniri hanya melalui beberapa indikator yaitu tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda/i dan orang yg dituakan. Karena pemerintahan dan adat tidak dapat dipisahkan, buktinya SK kemarin telah dicantumkan SANIRI/BPD jadi ada unsur adatnya, sesuai dengan budaya setempat dan melaksanakan legislasi pemerintahan,” bebernya.
Parahnya lagi, dirinya mengungkapkan, ada anggota Saniri Negeri perwakilan mata rumah Tahalua yang dinilai cacat hukum. Anggota Saniri atas nama Saudara Ikbal Tahalua sebenarnya, tidak bisa dilantik sebagai anggota Saniri Negeri karena bertentangan dengan regulasi. Sesuai ketentuan Pasal 64 huruf f, Perda kota Ambon Nomor 8 tahun 2017 tentang Negeri bahwa Anggota Saniri Negeri dilarang merangkap jabatan karir ASN/PNS. Sebagaimana diketahui, dia menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Keuangan di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Ham Maluku. Berdasarkan ketentuan tersebut, seharusnya dia mengundurkan diri dari jabatan karir tersebut, sebelum mencalonkan diri sebagai anggota Saniri Negeri Batumerah.
” Saya sangat paham, dalam hal ini pemerintah kota Ambon tidak bisa mengintervensi dalam pendelegasian seseorang ke lembaga Saniri, seperti yang disampaikan oleh bapak Walikota, jika ada persoalan, sebaiknya menempuh jalur hukum. Namun ini semata-mata bukan persoalan hukum tetapi terkait dengan tatanan adat yang wajib dijaga dan dilestarikan, sesuai dengan ketentuan UUD 1945 bahwa Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 sebagai salah satu landasan konstitusional masyarakat adat menyatakan, pengakuan secara deklaratif bahwa negara mengakui dan menghormati keberadaan dan hak-hak masyarakat hukum adat. Negara mengakui dan menghormati, jadi sangat disayangkan tindakan pemerintah kota Ambon yang Saya nilai, sangat tidak menghormati tatanan adat yang berlaku. Mendahulukan kepentingan masyarakat boleh-boleh saja tetapi jangan mengedukasikan masyarakat dengan menabrak regulasi yang notabene nya adalah produk eksekutif maupun legislatif. Mungkin menjadi catatan untuk Komisi I DPRD Kota Ambon,” tutup Ronny. (ulin)
