MALRA,MALUKU – Dewan Adat Kepulauan Kei, Ursiw Lorlim mengecam keras serta mengutuk tindakan aksi demonstrasi yang dilakukan oleh segelintir pemuda, yang mengatasnamakan Forum Penyambung Lidah Rakyat Maluku (FPLRM) dan Front Pemuda Kei, di depan Kantor Kejaksaan Tinggi Maluku, pada hari Kamis (11/02/21) terkait tuduhan kepada Eva Eliya Hanubun, yang mengelola beberapa proyek di Maluku Tenggara (Malra).
” Kami atas nama Rat Ursiw Loorlim Kepulauan Kei, mengutuk keras juga menolak cara penyampaian yang disampaikan oleh segelintir pendemo, yang mengatasnamakan Forum Penyambung Lidah Rakyat Maluku (FPLRM) dan Front Pemuda Kei, atas tuduhan dan fitnahan yang ditujukan kepada Ibu Eva Eliya Hanubun, istri Bupati Malra M. Thaher Hanubun,”ucap Dewan Raja Kepulauan Kei, secara kompak saat konferensi pers di kediaman Ekan Refra, Rabu, (17/02/2021).
Turut hadir dalam konferensi pers adalah, para Raja Ur Siuw dan Lor Lim yang terdiri dari Rat Yab Faan Patrisius Renwarin, Rat Lo Ohoitel M. Ekan Refra, Rat Maur Ohoiwut. Leopold J. Rahail dan Rat Me Umvit Edison Elkel.
Mewakili para raja Orsiw Lorlim “Rat Yab Faan” (Raja Faan). Patrisius Renwarin menyampaikan, para raja di Kepulauan Kei adalah penguasa adat tertinggi, yang punya tugas dan wewenang dalam menjaga dan melindungi, sekaligus menegakkan hukum adat Kei yang pada prinsipnya, menjunjung tinggi harkat dan martabat perempuan Kei.
Menurut dewan adat Kepulauan Kei, aksi demo yang ditujukan kepada Eva Eliya Hanubun selaku perempuan Kei yang diteriaki dan dipermalukan di jalanan, tentu sangat melecehkan harkat dan martabat perempuan Kei yang sangat-sangat bertentangan dengan hukum adat Larvul Ngabal.
” Soal salah atau benar tuduhan yang dialamatkan kepada Ibu Eva Eliya Hanubun, semata-mata bukan hak dan kewenangan kami para raja-raja. Tetapi yang kami kutuk adalah, cara penyampaian oleh pendemo. Karena ini sangat bertentangan dengan hukum adat di Kepulauan Kei yang telah melecehkan harkat dan martabat kaum perempuan Kei,”tegas Raja Vaan, Patrisius Renwarin.
Patrisius menjelaskan, masyarakat yang mendiami kepulauan Kei, seluruhnya dilindungi oleh hukum adat Larvul Ngabal. Dalam adat masyarakat Kei, ketika ada masalah maka dapat diselesaikan dengan cara ” Dok Maduvun ko Vat KuFaak Sirang Ngalayar Wahabayo Naa Wai Ciran” bukan dengan cara berteriak di tempat umum,” sesal Renwarin.
Dikatakan, hukum adat Larvul Ngabal sudah diatur sejak berlakunya hukum positif di Indonesia. Kita punya hukum sasa sorfit baik sa sorfit hukum Nevnev, hukum Hanilit dan hukum Hawear Balwirin. Jadi, Kei itu punya hukum yang memang cukup terperinci. Dan menyangkut perlindungan terhadap hak-hak perempuan, sangatlah dilindungi oleh hukum adat Larvul Ngabal.
” Kami pikir, soal tuntutan kepada Ibu Eva Eliya Hanubun selaku perempuan Kei yang diarahkan ke hukum positif maka, terbukti atau tidak biarkan hukum positif yang menentukan. Namun perlu diingat, kita menganut asas praduga tak bersalah. Lalu bagaimana dengan segelintir orang yang berteriak dan mengata-ngatai, menuduh dan memfitnah seorang perempuan Kei di depan umum, ini sudah tentu melanggar hukum adat Larvul Ngabal,”tegas Renwarin.
Disinggung terkait kelompok organisasi yang mengatasnamakan diri sebagai Front Pemuda Kei, Raja Lo Ohoitel. M Ekan Refra mengatakan, yang ia ketahui selama ini, belum ada kelompok organisasi atau komunitas pemuda di Kepulauan Kei yang memberi tahu atau melaporkan kelompoknya ke dewan raja.
” Yang kami tahu saat ini ialah, perkumpulan Pemuda Kei di Timika, karena kami para raja yang turun dan mengukuhkan. Selain itu, ada Ikatan Pemuda Kei di Masohi. Selain dari itu, kami tidak tahu tentang kelompok pemuda yang mengatasnamakan diri sebagai representasi Pemuda Kei,” pungkas Refra. (Suat)
