AMBON,MALUKU – Fraksi Golkar DPRD Maluku, kritisi minimnya kreatifitas Organisasi Perangkat Daerah (OPD), meskipun pada akhirnya, menerima LPJ gubernur. Pasalnya, terjadi penurunan realisasi belanja karena kurangnya serapan anggaran pada OPD lingkup pemerintah provinsi (pemprov) Maluku.
Hal ini dibeberkan oleh Fredeck Rahakbauw, selaku Juru Bicara Fraksi Golkar, Selasa (08/09/2020), di ruang paripurna DPRD, pada Rapat Paripurna DPRD Maluku, Dalam Rangka Penyampaian Kata Akhir Fraksi-Fraksi Terhadap Ranperda Tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Maluku Tahun Anggaran 2019.
” Penurunan realisasi belanja hasil telaah fraksi Golkar terhadap LPJ Gubernur tahun 2019, bagi fraksi Golkar, harus menjadi sebuah warning untuk kita dimasa sekarang dan masa-masa yang akan datang. Mengapa demikian? Karena begitu kita akan semakin matang dalam menyiapkan kerangka strategi dan rencana daerah yang memaksimalkan terserapnya anggaran pada OPD di pemerintah daerah. Fraksi Golkar berpandangan, OPD pada lingkup pemerintah daerah provinsi Maluku, sangat minim kreatifitasnya. Tidak mampu menciptakan program-program unggulan, baik melalui ekstensifikasi maupun intensifikasi program, dalam memaksimalkan belanjanya. Akhirnya, setiap akhir tahun kita selalu berada pada posisi pembiayaan anggaran (Silpa) yang tinggi. Karena 2019, silpa kita mencapai Rp. 163.326.468.091,71. Ini bagi daerah yang besaran APBD nya kecil seperti Maluku, sangat mengganggu kualitas pembangunan di tahun berjalan,” tutur Fredeck.
Fraksi Golkar menilai, kata dia, fraksi sangat bisa memprediksikan keadaan ekonomi ke depan, jika berbagai kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah daerah atau eksekutif, keadaanya seperti saat ini. Dengan demikian, harapan untuk Maluku yang maju dan berkemajuan, sangat sulit diraih, jika pelaksana pembangunan tidak memiliki goodwill yang baik untuk menciptakan program-program inovatif yang mampu menyerap anggaran secara maksimal. Dampak makronya, tentu akan mendorong kesejahteraan karena semua aspek ekonomi bisa bergerak.
Selain itu, nyatanya, ungkapnya, Ranperda tentang Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Gubernur Maluku terhadap APBD 2019, terlambat 2 bulan dimasukkan ke DPRD Maluku untuk ditelaah isinya.
” Sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, realisasi APBD tahun berjalan, sudah harus disampaikan kepada dewan paling lambat bulan Juni tahun 2020. Namun, pada kenyataannya baru disampaikan kepada dewan pada minggu ketiga bulan Agustus 2020, yang berarti telah mengalami keterlambatan kurang lebih 2 bulan. Keterlambatan tersebut, akan berimplikasi terhadap pemenuhan jadwal waktu yang menjadi kewajiban pemerintah daerah yang berkaitan dengan perencanaan anggaran daerah yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan,” jelas Fredeck.
Jadwal waktu perencanaan anggaran daerah dirincikan olehnya, yakni, pertama, penyampaian kebijakan umum APBD dan PPAS APBD 2021 dan laporan semester pertama APBD 2020 yang semestinya sudah harus disampaikan kepada dewan, masing-masing pada bulan Juni dan Juli 2020.
Kedua, jelasnya, penyampaian kebijakan umum dan PPAS APBD Perubahan 2020, paling lambat bulan Agustus 2020 dan Ranperda APBD Perubahan 2020 selambat-lambatnya minggu kedua bulan September 2020. Ketiga, penyampaian rancangan Perda APBD 2021 beserta dokumen pendukungnya selambat-lambatnya minggu kedua bulan Oktober 2020.
Keempat, akuinya, mencermati agenda-agenda tersebut, dapat dipastikan jika pemerintah daerah tidak mungkin lagi tepat waktu untuk menyampaikan kebijakan-kebijakan yang menjadi kewajibannya untuk disampaikan kepada dewan, khususnya KUA PPAS APBD 2021, laporan semester pertama APBD 2020, rancangan perubahan APBD 2020, bahkan mungkin keterlambatan penyampaian ranperda APBD 2021.
” Terhadap hal ini, fraksi partai Golkar mengharapkan agar keterlambatan tersebut, tidak lagi terjadi di tahun-tahun mendatang. Keterlambatan yang terjadi, jika terus dimaklumi maka dijamin pasti akan sangat mempengaruhi kinerja pembangunan provinsi Maluku. Fraksi Golkar menyadari betul, rancangan pembangunan tahunan, tidak terlepas dari hasil evaluasi terhadap realisasi APBD tahun sebelumnya, sehingga ada solusi terhadap berbagai hambatan dan kebijakan sebelumnya untuk kepentingan pembangunan saat ini dan yang akan datang, jika diperlukan langkah-langkah revolusioner dalam kebijakan anggaran daerah,” harapnya.
Olehnya itu, ungkap Fredeck, jika hal ini terus terjadi, proses pembangunan selalu diperhadapkan pada kemunduran dan ketidak progresivan. Alasannya karena, satu, dalam konteks kebijakan, anggaran memberikan arah kebijakan perekonomian dan menggambarkan secara tegas, penggunaan sumber daya yang dimiliki masyarakat.
Dua, bebernya, fungsi utama anggaran adalah untuk mencapai keseimbangan ekonomi makro dalam perekonomian. Tiga, anggaran menjadi sarana sekaligus pengendali untuk mengurangi ketimpangan dan kesenjangan berbagai hal, dalam komunitas masyarakat.
” Kami fraksi Golkar berpendapat, mekanisme harus berkualitas sesuai ketentuan waktu yang telah ditetapkan, dalam perundang-undangan yang berlaku. Jika tidak terpenuhi mekanisme tersebut, konsekuensinya kualitas pembangunan di Maluku, selalu berjalan ditempat sebagaimana bukti empirik yang kita alami saat ini. Atas alasan itu menurut kami fraksi Golkar, segala proses pembangunan yang kurang berkualitas di Maluku adalah tanggung jawab saudara gubernur,” tandasnya.
Sekedar tahu, fraksi Golkar pada telaah LPJ Gubernur, soroti beberapa OPD. Diantaranya, kesehatan, pendidikan, infrastruktur, kelautan dan perikanan, energi dan sumber daya mineral dan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
Rapat paripurna tersebut, selain dihadiri pimpinan dan anggota DPRD Maluku, juga dihadiri langsung oleh Kasrul Selang, Sekretaris Daerah Maluku. Sedangkan, Gubernur Murad Ismail dan Wakil Gubernur Barnabas Orno, mengikuti rapat paripurna secara virtual. (IN06)
