AMBON,MALUKU – Dianggap pokok perkara tidak sinkron dengan penyidikan oleh pihak Polres Maluku Tengah (Malteng), Fakhri Asyathry selaku salah 1 aktivis muda, minta Kapolri dan Kapolda Maluku, copot jabatan Kapolres (Malteng).
Hal ini ditegaskan Fakhri, lantaran pelaporan pencemaran nama baik oleh dr. Rahmat Dani Tuasikal yang ditujukan pada dirinya, lebih cepat tertangani dibandingan laporan balik dirinya kepada dr. Rahmat Dani Tuasikal yang terkesan lamban.

Fakhri Asyathry – Aktivis
” Saya minta Kapolda bila perlu Kapolri, copot Kapolres Malteng dan penyidiknya dicopot yang namanya Erik Lasol dari jabatan mereka. Harus ada restorasi penegakan hukum. Laporan polisi oleh dokter Dani anaknya Bupati Malteng di prosesnya cepat. Karena laporannya masuk tanggal 25 Maret 2020, tanggal 27 langsung Saya dipanggil. Yang aneh di proses penyidikan menurut Saya, perkara pokoknya tidak di periksa, yaitu, tertinggalnya kain has, tidak diperiksa sama sekali oleh penyidik dan penyidik hanya fokus untuk periksa pencemaran nama baiknya. Maka Saya sampaikan kenapa demikian kepada penyidik, tetapi penyidik beralibi macam-macam,” tegasnya, saat dikonfirmasi INTIM NEWS, Minggu (19/07/2020), melalui sambungan telepon selular.
Bebernya, panggilan pihak Polres Malteng sudah 4 kali. Di proses penyelidikan 3 kali panggilan dan penyidikan 1 kali panggilan. Saya hadiri setiap panggilan sesuai jadwal dan berikan keterangan sesuai fakta yang ada. Cuma memang, anehnya disitu. Diduga, semacam ada intervensi kekuasaan. Sehingga, di carikan alibi-alibi untuk menjadi alasan bagi penyidik.
” Pelaporan Saya terkesan lamban di proses Kemudian, kenapa pokok masalahnya tidak diperiksa? Itu artinya, ada indikasi politisasi kepentingan kekuasaan, apalagi perkara ini anaknya Bupati. Dan kami tahu, Polres Malteng sering mendapatkan bantuan hibah dari pemerintah daerah setempat, atas persetujuan tentunya dari Bupati. Itu yang Saya rasa tidak beresnya disitu. Ada kesan berat sebelah dan memang diduga aroma intervensi kekuasaan sangat tinggi karena kan anaknya langsung yang berperkara,” akuinya.
Ingatnya, Saya buat laporan balik juga ke atas nama dokter Dani kalau tidak salah ingat tanggal 5 Mei 2020 karena Saya merasa perkara pokok itu tidak diperiksa dan baru sekitar minggu lalu kita di panggil untuk konfirmasi laporan.
” Pihak Polres tidak fair makanya Saya lapor balik. Waktu ditanya penyidik, Saya bilang sebenarnya Saya tidak perlu lapor balik, kalau penyidik di kasus yang sama memeriksa perkara pokok. Soal nama baik kan, Saya jelaskan ke mereka kalau faktanya ada, lalu pencemarannya dimana? Kedua, postingan Saya tidak menuduh kan menduga, juga inisial. Bahkan, Saya meminta kepada pihak Polres untuk periksa dugaan Malpraktek itu. Kok masa Saya dituduh mencemarkan nama baik?,” herannya.
Fakhry kembali menuturkan, brengseknya, pasien itu yang adalah korban posting pertama. Saya pelajari dulu postingannya, lalu dia sebutkan di kolom komentar itu yang operasi adalah dokter Dani. Dia menyebutkan nama vulgar. Kemudian, setelah itu Saya screenshot dan posting ulang beberapa kalimat itu. Posting sekitar tanggal 23 Maret sebelum tanggal 27 Maret 2020.
” Pasien diajak damai oleh pihak rumah sakit. Asumsi Saya, kalau ajak atur damai berarti ada pelanggaran. Sudah atur damai, dia posting lagi, yang namanya Mahfud Karepesina dia posting lagi, di facebooknya sudah damai jadi teman-teman netizen tidak usah dipersoalkan. Saya pikir okelah sudah. Yang penting dia sudah dapatkan haknya, si pasien (korban). Tiba-tiba, panggilan polisi datang, Saya kaget dan heran panggilan apa? Ternyata, sampai disana panggilan itu, laporan . Diduga juga, si pasien konspirasi dengan pelapor untuk kriminalisasi Saya. Disitu Saya merasa sangat tidak fair. Prosesnya disitu. Berniat bantu orang kok di kriminalisasi,” sesalnya.
Sementara itu, dikonfirmasi INTIM NEWS, Senja Pratama selaku Kasat Reskrimum Polres Malteng mengakui, perkembangan laporan, pelaporan dari Fakhry Asyathry , kita sudah koordinasi dengan pihak rumah sakit, kita masih menunggu hasil konfirmasi dari Komisi Etik Kedokteran, dalam hal ini dari IDI atau komitenya langsung.
” Kita juga sudah bersurat kesana, hasil rekomnya. Itu laporan dugaan malpraktek kain has untuk kita menyelidiki ada kasus unsur kesengajaan atau tidak, atau kelalaian itu dari Komite Etik. Mereka yang melakukan investigasi kelalaian mereka karena sudah sesuatu aturan undang-undang kesehatan, undang-undang rumah sakit dan undang-undang tentang praktek kedokteran, kita masih tunggu itu,” jelasnya.
Sedangkan, ungkapnya, untuk laporan oleh dokter Dani sendiri, kita masih lakukan proses penyidikan. Diantaranya, kita periksa beberapa ahli termasuk ahli bahasa, ahli pidana dan ahli ITE, dari Jakarta.
” Ahlinya belum ada dari Jakarta, kita masih menunggu juga hasil pemeriksaan ahlinya. Karena, seharusnya kita berangkat ke Jakarta. Teknisnya sudah masuk ranah penyidikan, kita tunggu aja hasilnya. Karena kita masih tunggu hasil dari ahli. Kita mau secepatnya. Kalau sudah ada dari ahli kita dapat, kita rangkum, kita kaji lagi, apakah sudah bisa masuk kemana, baru kita laporkan dan kabari,” ujarnya. (IN06)
