AMBON,MALUKU – Ruslan Hurasan, Anggota DPRD Maluku mengakui, dirinya menilai dan juga masyarakat jasirah keluhkan, lemahnya koordinasi dan sosialisasi sehingga menimbulkan caos saat warga jasirah akan beraktifitas ke Kota Ambon. Sehingga, dihadapkan dengan pengurusan administrasi dan protap Covid-19 di daerah perbatasan kota dan kabupaten.
” Terkait penerapan Program Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) oleh Pemerintah Kota Ambon, kelemahannya, pertama, sosialisasi. Ada 5 hari dari waktu saat tanda tangan Perwali oleh Walikota. Kedua, kami melihat di lapangan, tidak ada koordinasi antara pemerintah kota Ambon dengan Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah,” sebut Ruslan.
Buktinya, tutur Anggota DPRD dari daerah pemilihan Maluku Tengah ini, masyarakat di hari pertama dieksekusinya peraturan itu di kota Ambon, masyarakat kaget. Masyarakat sangat panik dan diperhadapkan dengan urusan administrasi begitu panjang. Apalagi yang kedua, dalam setiap pengurusan ada biaya-biaya administrasi. Setelah kita kroscek, ternyata, itu bukan biaya administrasi tetapi memang itu retribusi .
” Ada perda oleh Pemkab Malteng, perda kesehatan terkait retribusi Rp5ribu sampai Rp20. Saya kira, ini yang perlu diperhatikan. Kalau ada koordinasi yang baik, maka bisa saja, semua hal yang bersifat administrasi itu bisa digratiskan, walaupun ada perda yang mengatur, bisa mengratiskan itu, kalau ada koordinasi yang baik,” ujarnya.
Anggota Legislatif (Aleg) DPRD Maluku dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini katakan, masyarakat jasirah meminta, dari hasil aspirasi yang disampaikan meminta supaya di berikan kemudahan. Tetap mereka memakai wajib masker, dalam setiap pos Check Poin itu. Mereka tetap diperiksa suhu badan, kepada mereka. Kalaupun ada yang lewat dari 37 derajat maka bisa dikembalikan.
” Nah, itu yang mereka minta. Karena, 40 persen aktifitas warga jasirah Salahutu, Leihitu dan Leihitu Barat ada di kota Ambon, baik pekerja, baik penjual, ada di Ambon. Coba dibayangkan, seorang jibu-jibu yang hanya menjual 2 baskom ikan yang modalnya Rp400ribu, kemudian dipersulit dengan administrasi rapid test dan sebagainya. Ini sangat meresahkan masyarakat. Pemerintah berkewajiban. Yang paling penting adalah, sub koordinasi antara pemerintah kota Ambon dan Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah,” jelasnya.
Menurutnya, apapun kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan, harus dipertimbangkan dampak sosial masyarakat. Kedua, psikologi masyarakat. Tentu, diberikan kemudahan, baik secara administrasi dengan tetap melakukan penegasan terhadap protokol Covid-19. (IN06)
