MALRA,MALUKU – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Maluku Tenggara (Malra) , telah melakukan salah satu alternatif pembiayaan dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur dasar, berupa jalan dan jembatan khususnya di wilayah Kei Besar dan sebagian wilayah Kei Kecil, melalui pinjaman daerah pada PT. Sarana Multi lnfrastruktur (SMI), senilai Rp250 miliar. Namun, masih menunggu rekomendasi Kemendagri.
” Proses pinjaman daerah tersebut, telah sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2018, tentang pinjaman daerah. Pinjaman daerah tersebut, sementara berproses dan sampai saat ini sedang menunggu rekomendasi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI,” ungkap Yani Rahawarin, Kepala Bappeda Malra sekaligus Ketua Tim Anggaran Pemkab Malra yang didampingi Kabag Humas dan Protokoler, A. Walken Raharusun di Langgur, Rabu (04/11/2019).
Yani menjelaskan, konsep dasar pinjaman daerah dalam PP nomor 56 Tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah pada prinsipnya , diturunkan dari UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
” Bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, memberikan alternative sumber pembiayaan bagi pemerintah daerah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, maka pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman,” tandasnya.
Selain itu, dijelaskan lebih lanjut olehnya, dalam UU nomor l7 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara bab V, mengenai hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah, serta pemerintah/lembaga asing disebutkan bahwa , selain mengalokasikan dana perimbangan kepada pemerintah daerah, pemerintah pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintah daerah.
” Dengan demikian, pinjaman daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,” katanya.
Yani menuturkan, beberapa prinsip dasar dan persyaratan dari pinjaman daerah tersebut diantaranya, pinjaman daerah harus merupakan inisiatif pemerintah daerah , dalam rangka melaksanakan kewenangan. Pinjaman daerah merupakan alternatif sumber pendanaan APBD yang digunakan untuk menutup defisit APBD, pengeluaran pembiayaan dan atau kekurangan kas. Pinjaman daerah dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama dalam perjanjian pinjaman.
Sementara syarat pinjamannya adalah, terangnya, jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75 persen, dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya. Penerimaan umum APBD tahun sebelumnya adalah, seluruh penerimaan APBD tidak termasuk Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat, dana pinjaman lama dan penerimaan lain yang kegunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu.
” Yang penting, memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman, yang ditetapkan oleh pemerintah. Nilai rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman Debt Service Coverage Ratio (DSCR), paling sedikit 2,5 dengan rumus DSCR = (PAD + DBH – DBHDR + DAU) – BW , kurang lebih 2,5 angsuran pokok pinjaman + bunga + biaya lain. Dan saat pengajuan pinjaman pemerintah daerah , tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari pemerintah dan mendapat persetujuan dari DPRD setempat,” jelasnya.
Pinjaman daerah yang diajukan kepada pemerintah pusat, akuinya, pemda harus tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari pemerintah dan khusus untuk pinjaman jangka menengah dan jangka panjang, wajib mendapat persetujuan dari DPRD.
Untuk penggunaan pinjaman, kata Yani, penggunaan pinjaman telah diatur sebagaimana jenis pinjaman yakni, pinjaman jangka pendek untuk menutupi kekurangan arus kas, pinjaman jangka menengah untuk membiayai pelayanan publik yang tidak menghasilkan penerimaan, pinjaman jangka panjang untuk membiayai investasi saran prasarana , dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang menghasilkan penerimaan langsung, tidak langsung dan memberi manfaat sosial ekonomi.
Sementara, sebut dia, khusus pinjaman jangka panjang dalam bentuk obligasi daerah untuk membiayai kegiatan investasi sarana prasarana , dalam rangka pelayanan publik yang menghasilkan penerimaan bagi APBD yang diperoleh dari , pungutan atas penggunaan sarana prasarana tersebut.
Sementara itu, Yani menambahkan, untuk pembayaran kembali pinjaman, seluruh kewajiban pinjaman daerah yang jatuh tempo wajib dianggarkan dalam APBD tahun anggaran yang bersangkutan dan dalam hal daerah tidak memenuhi kewajiban membayar pinjaman kepada pemerintah. Kewajiban membayar pinjaman diperhitungkan dengan DAU atau dana bagi hasil yang menjadi hak daerah tersebut.
“Untuk pelaporan pinjaman, pemda wajib melaporkan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman kepada pemerintah setiap semester, dalam tahun anggaran berjalan dan apabila daerah tidak menyampaikan laporan, pemerintah dapat menunda penyaluran dana perimbangan,” pungkasnya. (IN09)
