JAKARTA,INTIM NEWS – Mempercepat pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), sejalan dengan akan diterbitkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja, Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM yang diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, memutuskan untuk merubah kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang lebih pro kerakyatan.
Tiga kebijakan KUR tersebut yakni, pertama, suku bunga diturunkan dari 7 persen menjadi 6 persen. Kedua, total plafon KUR ditingkatkan dari Rp140 Triliun menjadi Rp190 Triliun pada tahun 2020 dan akan ditingkatkan bertahap, sampai dengan Rp325 Triliun pada tahun 2024. Ketiga, peningkatan plafon KUR Mikro dari Rp25 juta menjadi Rp50 juta per debitur.
Diketahui, keputusan tersebut disepakati dalam forum Rapat Koordinasi Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM, yang dilakukan di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Selasa (12/11/2019).
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengungkapkan, dalam rangka
memperluas UMKM yang mendapatkan pembiayaan di sektor formal, dengan suku bunga yang rendah, suku bunga KUR diturunkan dari semula 7 persen efektif per tahun, menjadi sebesar 6 persen efektif per tahun berlaku mulai 1 Januari 2020.
” Selain itu, untuk meningkatkan dan memperluas akses KUR, maka pemerintah berkomitmen untuk terus meningkatkan total plafon KUR. Pada tahun 2020, total plafon KUR ditingkatkan menjadi Rp190 Triliun atau sesuai dengan ketersediaan anggaran di
APBN. Plafon tahunan KUR ini, akan terus ditingkatkan secara bertahap sampai dengan Rp325 Triliun, pada tahun 2024,” sebut Airlangga.
Di sisi lain, jelasnya, dalam rangka menyesuaikan kebutuhan modal bagi UMKM yang semakin meningkat, akibat laju inflasi dan peningkatan produktivitas, pemerintah juga
meningkatkan plafon KUR Mikro dari semula paling besar sebesar Rp25 juta per debitur, menjadi Rp50 juta per debitur. Perubahan juga terjadi pada total akumulasi plafon KUR Mikro, untuk sektor perdagangan yang semula sebesar Rp100 juta , berubah menjadi
Rp200 juta. Sedangkan untuk KUR Mikro sektor produksi, tidak dibatasi.
Lebih lanjut Airlangga menuturkan, sejak era pemerintahan Presiden Joko Widodo khususnya lagi sejak tahun 2015, terjadi perubahan signifikan kebijakan KUR dengan perkembangan total realisasi akumulasi penyaluran KUR, dari Agustus 2015 sampai dengan 30 September 2019 sebesar Rp 449,6 Triliun, dengan Outstanding Rp 158,1 Triliun dan NPL yang masih terjaga di tingkat 1,23 persen.
Sedangkan, sebut dia, total debitur penerima KUR dari Agustus 2015 sampai dengan 30 September 2019, sebanyak 18 juta Debitur dengan 12 juta NIK yang tidak berulang. Untuk penyaluran KUR Tahun 2019 sampai dengan 30 September 2019, sudah mencapai Rp
115,9 Triliun (82,79 persen) dari target tahun 2019 sebesar Rp 140 Triliun dengan total debitur KUR sebanyak 4,1 juta debitur KUR.
Sementara itu, penyaluran KUR sektor produksi sampai dengan 30 September 2019 mencapai 50,4 persen dari target minimal 60 persen. Manfaat KUR juga sangat dirasakan oleh masyarakat berpenghasilan rendah, dalam meningkatkan kesejahteraan melalui peningkatan skala ekonomi usahanya, terlihat dari komposisi penyaluran KUR Mikro sebesar 64,6 persen, KUR Kecil sebesar 35 persen dan KUR
TKI sebesar 0,4 persen.
” Diharapkan, perubahan kebijakan KUR sebagaimana diputuskan Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM pada hari ini, dapat mendorong percepatan pertumbuhan UMKM di Indonesia,” tuturnya sembari berharap. (IN06)
