MASOHI,MALUKU – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Republik Indonesia (RI) Yasonna Laoly, di minta untuk segera melakukan pencopotan Kepala Rutan Kelas II B Masohi Iwan Setiawan dari jabatannya ,sekaligus melakukan evaluasi terhadap kinerja bawahannya yang di nilai, sangat tidak profesional terhadap keberadaan warga binaannya.
Hal ini di ungkapkan Rian Idris, selaku Ketua Lembaga Pemerhati Korupsi dan Kebijakan Publik Maluku Tengah (Malteng) , kepada media ini di Masohi, Sabtu pekan lalu (22/06/2019) di Masohi.
Menurut Rian Idris, Iwan Setiawan sebagai Kepala Rutan Kelas II B Masohi, sudah tidak bisa di pertahankan lagi sehingga, harus segera di copot oleh Menkumham RI Yasona Laoly.
” Hal ini, akibat dari berbagai kebijakan yang di lakukan Iwan Setiawan kepada warga binaan, terhadap hak-hak mereka yang di nilai sudah tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, terutama kepada warga binaan yang memperoleh masa asimilasi,” akuinya.

Napi Nirwati Terlihat Beraktifitas di Luar Rutan Tanpa Pendampingan Pihak Lapas Kelas II B Masohi
Sebagaimana di ketahui, sebutnya, berdasarkan Permen Kumham RI, nomor 03 tahun 2018 tentang syarat dan tata cara pemberian remisi, asimilasi, cuti, mengunjungi keluarga, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat, seakan di lakukan asal-asalan dari pihak Rutan Kelas II Masohi, kepada warga binaannya.
Hal yang paling vakum menurut Rian Idris, hak asimilasi yang di peroleh salah satu narapidana kasus korupsi dana alkes RSUD Masohi, atas nama Nirwati yang berdasarkan putusan pengadilan, di hukum 4 tahun kurungan penjara dan denda 200 juta, kini dalam proses menjalani masa asimilasi dalam rangka pembebasan.
Olehnya itu, berdasarkan Permen Kumham RI nomor 03 tahun 2018 tersebut, maka seorang napi yang melakukan asimilasi sebagai pekerja sosial di tengah masyarakat, seharusnya di kawal atau di lakukan pendampingan oleh petugas Rutan, selama masa asimilasi.
” Sayangnya, masa asimilasi yang dilakukan Nirwati pada lembaga Yayasan Panti Asuhan Al-Qutub Masohi, tidak ada pengawalan atau pendampingan oleh petugas Rutan Kelas II B Masohi hingga saat ini,”ucap Rian.
Berdasarkan pantauan kami, dirinya mengaku, selaku lembaga pemerhati Korupsi dan Kebijakan Publik, kegiatan asimilasi oleh Nirwati di Yayasan Al-Qutub, tidak di lakukan pengawalan atau pendampingan oleh petugas Rutan Kelas II B Masohi, melainkan yang bersangkutan (Nirwati) harus datang sendiri atau di jemput oleh sang suami.
” Ini pantauan kami. Kendati demikian, sangat di nilai kalau hal ini sangat bertentangan dengan Permen Kumham RI nomor 03 tahun 2018,” pungkas Rian.
Selain kedatangan Nirwati secara sendirian atau dilakukan penjemputan oleh sang suami, ungkapnya, ternyata sang napi koruptor tersebut, sering melakukan aktifitas di luar yayasan Al-Qutub yaitu, sering ke pasar untuk berbelanja, sering pulang ke rumah bahkan, yang bersangkutan harus mengendarai kendaraan bermotor roda dua secara sendirian di saat pelaksanaan asimilasi.
” Ini sangat naif dan bertentangan dengan peraturan yang berlaku, terhadap seorang napi yang masih menjadi warga binaan di Rutan Kelas II B Masohi. Apalagi, yang bersangkutan Nirwati adalah, napi kasus korupsi dana alkes RSUD Masohi tahun 2016,” ucap Rian.
Menyikapi hal ini, pimpinan Yayasan Al-Qutub saat di hubungi wartawan, Senin (24/06/2019), membenarkan kalau memang Nirwati sedang melakukan masa asimilasi sebagai pekerja sosial di yayasan tersebut.
” Ya, saudara Nirwati saat ini melakukan asimilasi di yayasan kami, sebagai pekerja sosial berdasarkan permintaan dari pihak Rutan. Dimana yang bersangkutan, melakukan masa asimilasi di sesuaikan dengan surat perjanjian antara Yayasan dengan pihak Rutan,” akuinya.
Saat di tanya terkait proses pengawalan atau pendampingan dari pihak Rutan, kepada wartawan pimpinan yayasan mengungkapkan, kalau pengawalan atau pendampingan hanya di lakukan oleh petugas Rutan, beberapa kali saja sejak awal Nirwati di tempatkan di yayasan kami.
” Setau kami, sejak bulan April 2018 ibu Nirwati di tempatkan di sini dan saat itu, memang ada di dampingi oleh petugas , mungkin hanya 3 sampai 4 kali saja, selanjutnya tidak lagi sampai saat ini,” ucapnya.
Keluh sang pemilik yayasan, tidak di kawal atau di dampingi itu, kami tidak tahu apa alasannya. Tetapi, mungkin saja ada kebijakan pimpinan Rutan sendiri atau jangan-jangan, petugasnya sudah malas untuk melakukan pendampingan.
Sementara itu, di tempat terpisah, Pelaksana Tugas Harian (Plh) Kepala Rutan Kelas II B Masohi, Agustina Lawalatta ketika di konfirmasi wartawan, terkait masa asimilasi sang napi koruptor Nirwati, dirinya membenarkan hal tersebut.

Agustina Lawalatta- Plh Kepala Rutan Klas II B Masohi
” Memang Nirwati saat ini, sedang menjalani asimilasi ketiga yaitu, asimilasi yang sifatnya sosial,” ujarnya.
Asimilasi yang dilakukan ucap Lawalatta, itu dilakukan berdasarkan SK KemenKumham RI nomor PAS.186.PK.01.04.04 tahun 2019 tentang, Asimilasi Kerja Sosial Narapidana , yang di tandatangani oleh Dirjen Pemasyarakatan Sri Puguh Budi Utami.
Lawalatta katakan, Nirwati mulai melaksanakan asimilasi itu pada bulan April 2019, memang ada pengawalan dari petugas wanita di Rutan Kelas II B Masohi.
” Memang dalam aturan sesungguhnya, kalau seorang napi yang hak melakukan asimilasi itu, harus dilakukan pengawalan atau pendampingan oleh petugas yang diberikan tanggung jawab untuk, menjaga dan melindungi serta mengawal napi itu dalam pelaksanaan asimilasi, sejak keluar jam 08.00 wit sampai sekembalinya pada jam 17.00 wit. Petugas pengawal juga yang bertugas harus mendapat SK penugasan dari pimpinan, dalam hal ini kepala Rutan ,”bebernya.
Dirinya menilai, namun, kalau dikatakan yang bersangkutan dalam beberapa waktu belakangan ini tidak di kawal oleh petugas dan bersangkutan didampingi oleh sang suami maka, itu hal yang sangat salah dan tidak sesuai dengan aturan.
Sejalan dengan itu, setelah di tanya terkait Nirwati dalam melaksanakan asimilasi, sering pulang ke rumah, pergi ke pasar, menggunakan kendaraan roda dua berupa satu unit motor merek mio dan juga selalu di jemput pulang pergi oleh sang suami, menurutnya itu hal yang sangat salah dan di larang oleh undang-undang.
” Ya, kalau memang itu benar yang terjadi merupakan hasil pantauan masyarakat maupun awak media, itu Saya tidak tahu, apakah itu unsur sengaja atau tidak, saya tidak mengetahuinya,” tandasnya.
Kendati demikian, menurut Lawalata, mungkin saja ada kebijakan-kebijakan khusus yang dilakukan oleh pimpinan, makanya Saya tidak mengetahui alasan sebenarnya sehingga, Nirwati tidak di dampingi oleh petugas makanya itu, Saya katakan sangat salah dan tidak sesuai dengan aturan perundangan yang di tetapkan. (IN18)
