JAKARTA,INTIM NEWS- Dari Persoalan listrik di Maluku,akhirnya Menteri Perhubungan yang saat itu masih dijabat oleh Ignasius Jonan dan Komisi VII DPR RI, setujui subsidi tambahan untuk biaya sambung baru listrik.
Hal ini berdasarkan Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM, Senin 23 Juli 2018 ,di Ruang Rapat Komisi VII.
Informasi ini berdasarkan rilis dari Mercy Chriesty Barends kepada INTIM NEWS,Selasa (24/07/2018). Disebutkan,pada kesempatan tersebut,Srikandi daerah pemilihan (dapil) Maluku, dari Fraksi PDI Perjuangan ini menyampaikan persoalan listrik yang terjadi di Maluku, khusus di daerah perbatasan dengan Australia dan Timor Leste.
Dirinya membeberkan,saat melakukan kunjungan lapangan di Dapil Maluku, ada beberapa temuan lapangan soal listrik.
Antara lain,program listrik dalam bentuk KSO(Kerja Sama Operasi) dengan pemerintah daerah kabupaten, ada beberapa yang macet.
“Semoga bentuk KSO seperti ini, dapat dievaluasi secara komprehensif. Seperti contoh ,Program Listrik bentuk KSO tahun 2017 di Kabupaten Kepulauan Aru. Untuk pembelian mesin genset dan pembangunan rumah mesin di Benjina, Taberfanai dan Marlasi didanai lewat dana Pemda Kabupaten Kepulauan Aru, sementara seluruh jaringan dan gardu lingkar pulau, dari desa ke desa disediakan oleh pemerintah lewat PLN,”bebernya.
Sayangnya sambung politisi PDI Perjuangan ini, masih terkendala serah terima dengan PLN sampai hari ini.Karena, mesinnya tidak sesuai dengan standar spesifikasi yang ditetapkan PLN.
Pemerintah Kabupaten yang melakukan tender dan kontraktor pemenang tender,diminta untuk menuntaskan persoalan dimaksud. Tetapi,sampai dengan sekarang persoalan tersebut belum tuntas sehingga,masyarakat yang harus menikmati listrik sejak 2017, dirugikan.
Selain itu, belum terjadi serah terima mesin pembangkitnya tetapi dari pihak kontraktor sudah mengeluarkan surat edaran ke masyarakat Benjina, untuk memungut biaya pasang baru sampai dengan diatas dua juta rupiah.
Terkait hal dimaksud,Barends meminta Menteri Perhubungan untuk memperhatikan hal dimaksud, karena keterbatasan pendapatan masyarakat kecil. Bahkan, dari laporan masyarakat,ada yang sampai mau berhutang,hanya untuk bisa membayar biaya pasang baru.
“Jika di Aru bisa terjadi demikian, maka di MTB, MBD, Maluku Tenggara, Buru, SBB, SBT dan wilayah-wilayah 3T lainnya di Indonesia, juga mengalami nasib yang sama. Isu subsidi listrik, sudah menjadi perhatian serius Fraksi PDI Perjuangan sejak tahun 2016,serta terus diprioritaskan terutama untuk jumlah pasti data penerima subsidi untuk pelanggan rumah tangga golongan 450 VA dan 900 VA, yang selalu berbeda-beda datanya, antara pihak PLN dan TNP2K setiap tahunnya.
Selain itu, Barends meminta klarifikasi Menhub, apa dari dana subsidi setiap tahun sekaligus ,juga mendanai biaya sambung baru bagi pelanggan baru? Karena tahun 2018 subsidi listrik diusulkan 52 T di Komisi VII, ditetapkan 47 T untuk dialokasikan dalam APBN 2018 sementara 5 T di carry over tahun 2019.
“ Dengan dana sebesar itu, mestinya sangat bisa untuk subsidi biaya sambung baru,”pintanya.
Merespons persoalan listrik di Maluku oleh Barends, terutama terkait data penerima subsidi dan biaya pasang baru Menteri ESDM Jonan, menanggapi dengan serius hal dimaksud yakni, biaya subsidi diatas tidak termasuk biaya sambung baru.
Beliau mencontohkan,265.000 masyarakat di Kabupaten Gunung Kidul Provinsi DIY Yogyakarta, tidak bisa melakukan sambung baru padahal ada listrik dan dekat tiang sambungan disebabkan karena tingginya biaya pasang baru. Maka diperkirakan ,jika ada subsidi 1 juta bagi pelanggan baru golongan rumah tangga R1 450 VA dan R1 900 VA non Rumah Tangga Mampu (RTM) dibutuhkan 265 miliar di Kabupaten Gunung Kidul.
Sementara perhitungan secara nasional sebut Jonan,rumah tangga miskin tidak lebih dari 2 juta pelanggan untuk sambung baru maka jika subsidi listrik disahkan, sampai dengan 60 T untuk tahun 2019.Maka sekitar 2 T dapat dialokasikan untuk subsidi biaya sambung baru, bagi non Rumah Tangga Mampu (RTM) .
Hasil RDP itu,akhirnya,persoalan Maluku yang ditanggapi serius lewat Menteri Jonan disambut positif oleh Komisi VII dan secara aklamasi disetujui masuk dalam kesimpulan RPDU saat itu untuk dikawal dalam pembahasan APBN 2019 lebih lanjut. (IN-06)
