AMBON, MALUKU – Di Maluku, personal branding figur-figur yang akan bertarung merebut kursi, pada pemilihan legislatif (pileg) tahun 2019 mendatang , diprediksi akan diduduki oleh kaum milenial dengan kisaran usia 17- 37 tahun. Namun, di Maluku sendiri, sebutan kaum milenial yakni kisaran 17- 45 tahun.
Hal ini diungkapkan oleh Edison Lapalelo, Direktur Parameter Konsultindo kepada INTIM NEWS, Kamis (26/07/2018),saat diwawancarai melalui sambungan telepon selulernya.
“Sesudah kita mengamati Daftar Calon Sementara (DCS ) dari berbagai partai,menurut kami,kontestasi 2019 ini ,akan sangat luarbiasa. Dari analisa kami, menggunakan angka-angka ,kami menarik kesimpulan sementara, lewat prediksi, akan ada sekitar 59 persen wajah baru yang akan memenangkan pertarungan di daerah pemilihan (dapil) masing-masing. Untuk petahana,prediksi kami sekitar 27 persen mendapat peluang lagi untuk kembali melanjutkan. Sedangkan 14 persen, tarik menarik antara wajah baru dan lama, tergantung kita berada pada penalti pileg dalam pertarungan 2019 nanti. Menariknya, akan lebih didominasi oleh kaum milenial, “beber Lapalelo.
Dirinya mengaku, Parameter memang harus mengakui , belum melakukan riset resmi untuk teman-eman caleg,karena masih dalam proses DCS.Tetapi, setelah kita membedah data perolehan suara atau perolehan kursi dari semua partai,yang berkontestasi pada lima tahun lalu, kami mau compare berdasarkan data lima tahun lalu ,dengan hasil misalnya,kabupaten /kota, kita compare dengan hasil pemilihan Walikota/ Bupati,dengan hasil pemilihan gubernur yang terakhir,demikan prediksi Parameter Konsultindo.
Alasannya sebut Lapalelo ,mengukur caleg itu, kerja berdasarkan ID Party nya. Partainya yang masih sangat dominan.misalnya PDI Perjuangan atau Golkar.Tetapi, apakah personal branding /personality dari konfigurasi caleg,itu menguntungkan, berbanding lurus atau seimbang dengan ID Party mereka.
Itu yang membuat wajah baru, apabila dia berada di partai-partai yang ID Party yang kuat ,maka dia yang berpeluang.Walaupun, disitu ada petahana,PDI P pemilik kursi yang menang,ditahun kemarin.tetapi,itu bukan berarti wajah baru yang masuk ke PDI P,tidak bisa merebut kursi.Justru sekarang,berpulang pada personal brandingnya.
Sedangkan untuk wajah lama tuturnya, kenapa persentasenya menurun,dirinya akui lagi belum real reset.Kita masih mengkalkulasi berdasarkan angka-angka pembanding,pemilih legislatif 5 tahun lalu,pemilih walikota/ bupati di kabupaten / kota,barulah kita compare dengan pemilihan gubernur.
Disitu,kita melihat ada telaah atau spasi yang begitu dalam,melebar antara personal branding dan ID Party.Sehingga, disitulah menurut kami, menganalisa peluang wajah-wajah baru untuk duduk di kursi panas atau kursi DPR baik tingkat kabupaten / , provinsi maupun DPR RI.
“Justru kaum milenial yang menarik disini.Kaum milenial ,istilahnya, mereka mendapat suatu moment quantum atau lompatan, dari pergerakan politik akhir-akhir ini.Tetapi,tergantung mereka kaum milenial ,mampu tidak, meyakinkan rakyat untuk memilih mereka, berdasarkan apa untuk disanggah atau diambil ,atas dasar lompatan itu.Kembali lagi pada personal branding mereka.Memang ada lompatan , tetapi bisa tidak dimaksimalkan oleh mereka. Diakui, memang hari ini bukan saja di Maluku,di Indonesia ,didunia ada lompatan, terhadap generasi ini.Dimana-mana ,menjadi percakapan yang serius , namun, diefektifkan oleh teman-teman yang ada hari ini,dalam deretan caleg menuju ke kursi DPR,”tandasnya.
Disinggung soal ketersediaan logistik para bakal calon legislatif (bacaleg), Lapalelo katakan, logistik bagi seorang bacaleg itu perlu. Konsolidasi mau tidak mau tambahnya , tetap harus siap. Misalnya,biaya perjalanan diri sendiri menjumpai masyarakat, harus sediakan logistik, walaupun seadanya, harus ada.
“Soal logistik bacaleg,kita fare lah.Jangan kita tidak fare.Kalau berbicara logistik, kita tidak bicara sampai punya banyak duit. Minimal, punya ongkos untuk turun ke konstituen,dalam artian jangan kasih uang ke konstituen, paling tidak bisa naik becak,ojek sampai dimana TPS itu.atau titik dimana rakyat memilih.Saya tidak bilang bahwa kost politik atau logistik politik itu tidak penting.itu penting.Kalau bahasa trennya tidak ada,maka tidak gratis.Banyak orang mengansumsikan ,harus bagi-bagi duit.Kalau Saya tidak.Tidak ada perjalanan gratis ,harus siap.Kalau tidak menyediakan apa-apa,lebih baik tidak usah maju.Kita tidak membatasi siapapun,tetapi politik tidak mengajarkan kita membagi-bagi duit,minimal untuk diri sendiri.Itu fakta politik hari ini,”ungkapnya. (IN-06)
