Hukum & Kriminal

GM UIP PLN Maluku, Dipolisikan Pemilik Lahan

Ambon,Maluku- PLN UIP Maluku harus berurusan dengan polisi atas lahan pembangunan PLTA yang dibayar kepada Fery Tanaya adalah melanggar hukum.

Pembelian lahan oleh PLN seluas 4,87 Ha yang dibeli dari Ferry Tanya tahun 2016, dengan bukti kepemilikan Erpak tahun 1938 dari pemerintah Belanda.

Dimana Erpak 1938 tidak berlaku lagi, alias batal demi hukum. Perseteruan kasus ini sudah dilakukan mediasi dengan Raja Petuanan Liliali dan pemilik lahan Moch Mukadar serta instansi terkait sudah melakukan mediasi namun tidak ada titik terang.

Bagaimana tidak,pembayaran lahan 5 hektar untuk pembangunan PLTA di Desa Lala Kecamatan Namlea Kabupaten Buru Provinsi Maluku kepada Feri Tanaya adalah bukan hak miliknya.

“Kami dari kuasa hukum Pak Moch Mukadar secara resmi melaporkan Plh General Manajer UIP PLN Maluku,Sariah Bangun Purba di Polda Maluku atas penyerobotan lahan tanpa Ijin,”ungkap Ma’ad Pattty selaku kuasa hukum Mukadar kepadaWartawan di Mapolda Maluku.

34048476_1891671374189474_6993456112334798848_nDirinya menambahkan hal ini sesuai laporan polisi Nomor. IV/2018/Maluku/SPKT Polda Maluku pada Rabu,(30/5/2018)

“Semoga laporan pidana penyerobotan lahan yang dilakukan UIP PLN Maluku ditindak-lanjut penyidik Polda Maluku,” harapnya.

Ditambahkan, kendati proyek pembangunan PLTA sudah berjalan, namun hak warga adat Petuanan Liliali tidak diabaikan pihak PLN.

“Penyerobotan lahan yang dilakukan pihak PLN UIP Maluku harus berhubungan dengan pihak berwajib karena melanggar pasal 6 huruf a UU Nomor 51 tahun 1960 tentang pemakaian tanah tanpa Ijin,” ujarnya.

Sebelumnya, perseteruan lahan pembangunan PLTA Lala di Kabupaten Buru provinsi Maluku belum menempuh titik terang.

Sementara dana jumbo yang diglontorkan PLN untuk lahan pembangunan PLTA hingga masih misteri. Sementara batas waktu yang diberikan Raja Petuanan Lilialy kepada UIP PLN Maluku hingga pekan depan.

Hal ini membuat PLN harus putar otak guna menyelesaikan permasalahan tersebut. Melalui rapat mediasi yang dilakukan yang difasilitasi Polres Buru dengan menghadirkan semua pihak yang terlibat dalam proses tersebut, Senin (14/5/2018).

Meskipun dua kali rapat pertemuan, namun Feri Tanaya yang menjual lahan belum dihadirkan oleh pihak PLN selaku pembeli lahan. Rapat mediasi kedua dipimpin Wakapolres Buru dan Kepala BPN Buru serta dihadiri oleh Pasi intel Kodim Buru, kasat serse polres Buru, kasi TUN Kajari Buru.

Selain itu juga dihadirkan kepala BPN Buru dan staf, Manager UIP PLN Maluku dan staf, Raja Petuanan lily ali dan kepala-kepala Soa serta Moch Mukadar sebagai pemilik Lahan serta Talim Wamnebo kuasa hukum Feri Tanaya.

“Rapat selama satu jam dengan mendengar paparan hasil pengukuran pengembalian batas atas lahan yang digunakan oleh UIP PLN Maluku,” ungkap Moch Mukadar kepada INTIM NEWS, Rabu (15/5/2018).

Dalam paparan Kepala BPN Buru lahan yang digunakan PLN tidak termasuk dalam 3 sertifikat HM yang dimiliki Moch Mukadar dan jarak antara 3 HM dan lokasi PLN  127 m.

“Tanah yang menjadi sengketa bukan ketiga sertifikat, tapi 2 surat pelepasan dari Raja Petuanan tahun 2016 dan 2017 dan itu masuk dalam lokasi pembangunan PLN,” jelasnya.

Mukadar menambahkan lahan yang di beli dari Fery Tanaya berdasarkan Erpak yang dikuasai oleh Z Wakano dibawa tebing.

“Pelaksanaan dilapangan PLN telah menyerobot lahan diatas tebing miliknya seluas 2,8 hektar,” jelasnya.

Ditambahkan disaat Kepala BPN Buru meminta kepada pihak PLN untuk menghubungi keluarga Z Wakanno untuk mendapatkan surat ukur Erpak agar mendapat kedudukan/ letak Erpak namun dibantah Mukadar.

“Di dalam surat permohonan Erpak  Z Wakanno tahun 1921 sudah sangat jelas ada 4 poin penting dalam surat tersebut diantaranya, surat permohonan Sewaan, Bidang Tanah yang diatasnya terdapat tumbuhan pohon-pohon kelapa, Dibawa kekuasaan Lilialii dan waktu 75 tahun,” ujarnya.

Tahun 1938 pemerintah Hindia Belanda di Makassar menyetujui surat Izin Erpak Z Waksnno sebagai tanah SEWAAN.

“Z Wakanno sebagai pemilik Erpak menyatakan tanah milik sewaan dan kekuasan Liliali, kenapa kita yang tidak ada hubungan tetap bersi keras tanah itu milik Z Wakanno,” tanya dia.

Baginya,mengacu pada Erpak suda selesai tahun 2008, tetapi kalau mengacu pada UU Negara RI Merdeka tidak ada lagi yang namanya Erpak.

“Sudah lahir UU pokok Agrari No 5 tahun 1960, dimana semua hak barat tidak berlaku karna tanah tersebut merupakan tanah adat petuanan Liliali.

Sementata itu menurut Raja Liliali Husein Bessy menyesal sikap GM maupun Manager UIP PLN MALUKU yang selama mediasi tidak pernah memberikan penjelasan satu kata pun pada hal ini masalah mereka.

“Kami beserta warga Liliali juga pertanyakan kenapa UIP PLN MALUKU tidak bisa menghadirkan Feri Tanaya,” tanya raja.

Baginya, pembayaran lahan bukan yang pribadi PLN, tetapi menggunakan uang negara.

“Ini menyangkut uang Negara miliran rupiah, Feri Tanaya diduga menipu PLN tetap diberikan keistimewaan untuk tidak menghadirkannya,” kesalnya.

Ditambahkan jika dalam pertemuan berikutnya PLN berjanji akan menghadirkan Fery Tanaya.

“Jika Fery Tanaya tidak hadir, maka kami tidak hadir dan sesuai kesepakan diberikan waktu 3 minggu sampai tanggal 23 Mei 2018, lahan ditutup untuk selamanya,” tutupnya.(IN-07)

Print Friendly, PDF & Email
Comments
To Top