AMBON,MALUKU – Provinsi Maluku mengalami krisis degradasi di bidang Kebudayaan lokal.Pasalnya,budaya Maluku khususnya penggunaan bahasa daerah semakin terkikis diakibatkan,modernisasi yang terjadi saat ini.Atas kondisi tersebut,disimpulkan ,Maluku alami bencana kebudayaan.
“Provinsi Maluku mengalami bencana kebudayaan.Salah satu penyebabnya adalah ,semakin minimnya penggunaan bahasa daerah lokal sebagai bahasa sehari-hari.Minimal,terdapat tujuh bahasa daerah telah punah di Provinsi Maluku.Diantaranya,bahasa Piru,Lou,Hukumida,Kayeli,Moksela,Paramata dan Samasuru,”sebut Kepala Kantor Bahasa Maluku,Dr.Asrif,di LPMP Ambon,Selasa (24/04/2018),disela-sela Sosialisasi Penggunaan Bahasa Indonesia Yang Baik Dan Benar Bagi Jurnalis Daring.
Menurutnya,selain punahnya ketujuh bahasa daerah tersebut,juga puluhan negeri adat telah meninggalkan bahasa daerah dan beralih ke dialek Melayu Ambon (bahasa Indonesia).Juga,puluhan atau ratusan ribu masyarakat Maluku,tidak lagi berbahasa ibu bahasa daerah.
Atas kondisi dimaksud ujarnya,secara tegas menyatakan Maluku darurat budaya.Disebabkan,hilangnya sejumlah bahasa daerah dan hilangnya bahasa daerah pada puluhan negeri adat.Seharusnya,menjadi kerisauan bersama yang diteriakan,diperjuangkan dan dirumuskan solusinya secara bersama-sama.
Berkaitan dengan sosialisasi ini ungkapnya,penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar,dapat menyejukan pembaca khususya bagi para wartawan yang biasa membuat berita.
“Bahasa,Pers dan kesatuan bangsa dapat dirincikan,Jurnalistik merupakan bahasa dan kesatuan bangsa.Bahasa itu sendiri adalah identitas negara,pengikat keindonesiaan.Sementara,alam jurnalistik dalam tanda kutip memainkan, bahasa dalam berbagai tujuan.Serta,alam jurnalistik juga meneguhkan atau meruntuhkan kesatuan bermasyarakat.Sekali lagi,sukses mencapai tujuan jurnalistik,perlu memainkan bahasa dengan jitu,”papar Asrif.
Jadi tambahnya,masalah kebahasaan terbagi atas tiga poin yakni pertama,bahasa Indonesia ragam jurnalistik telah sesuai dengan aturan yang ada.Kedua,bahasa Indonesia ragam jurnalistik dalam kata kutip dipolitisir untuk kepentingan-kepentingan tertentu diantaranya,eufimisme dan keambiguan (politis).Ketiga,ketidaktahuan tata bahasa baku bahasa Indonesia bisa diartikan kesalahan berbahasa yang tidak disengaja.
“Mengikuti perkembangan jaman,media daring saat ini semakin maju.Berdasarkan medianya,ada jurnalis cetak,elektronik dan daring (online).Media daring sendiri,mengutamakan kecepatan penyampaian berita,”tuturnya.
Diketahui, sosialisasi oleh Kantor Bahasa Maluku, diikuti puluhan wartawan media during di Maluku. (IN-06)
