Ambon,Maluku – Pengolahan tambang emas gunung Botak, Kabupaten Buru menjadi persoalan yang terus di pertanyakan masyarakat Buru, kepada Gubernur Maluku Ir Saidd Assagaf serta pihak Kepolisian Daerah Maluku dan jajaran Imigrasi Provinsi Maluku.
Pasalnya, tidak hanya masalah merkuri yang menjadi masalah utama pencemaran lingkungan di Kabupaten Buru, Masyarakat Buru juga meminta dan mendesak Gubernur Maluku Ir Saidd Assagaf, pihak Polda Maluku dan, Kejaksaan Tinggi Maluku serta pihak Imigrasi Kelas I A Ambon dalam mengusut tuntas keberadaan para pekerja Asing dari Tiongkok yang didatangkan oleh PT Buana Pratama Sejahtera (BPS).
Permasalahan ini yang diteriaki dalam aksi demonstrasi yang dilakukan oleh Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhamamadiyah (DPD IMM) Maluku dan Forum Komunikasi Pemuda BUPOLO Kabupaten Buru, didepan Kantor Kejaksaan Tinggi Maluku, Kamis (8/02/2018).
Dibawah pimpinan Ishak Rumatiga selaku Koordinator Lapangan (Korlap), para pendemo dari DPD IMM Maluku dan Forum Komunikasi Pemuda BUPOLO Kabupaten Buru, mengungkapkan sebagai keterwakilan anak Negeri Adat yang berjuluk BUPOLO, gambaran dan hasil kajian mengenai dampak lingkungan di daerah pengolahan tambang emas di Gunung Botak yang dikelola oleh PT BPS membawa penderitaan yang cukup serius bagi Masyarakat Buru. Pasalnya dari pengelolaan tambang emas di Gunung Botak tersebut, selalu saja menggunakan merkuri yang sangat membahayakan kesehatan masyarakat terutama mengenai dampak pencemaran lingkungan yang ditimbulkan.
Permasalah tersebut bahkan telah disampaikan oleh Masyarakat Buru kepada Gubernur Maluku mengenai ijin operasional normalisasi pengolahan tambang emas Gunung Botak oleh PT BPS yang telah melewati batas perijinan operasi, namun dari pihak PT BPS masih saja beroperasi dalam pengolahan tambang emas di Gunung Botak.
“Berdasarkan hasil kajian dan investiigasi oleh Masyarakat Adat Buru, mengenai kinerja PT BPS yang dipimpin oleh Bambang Riyadi selaku Manager Humas, telah diberikan izin oleh Gubernur Maluku Ir Saidd Assagaf untuk melaksanakan kegiatan proyek normalisasi sungai Anahoni di Desa Kayeli Kecamatan Kayeli, Kab. Buru sejak tahun 2015, hingga kini ijin kosong belaka. PT BPS telah melanggara batas ijin operasional tersebut hanya diduga berkedok kepentingan dari pejabat-pejabat Maluku, tanpa memperhitungakan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat Buru,” Teriak para pengunjuk rasa.
Bagi mereka ijin operasional yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi Maluku kepada PT BPS merupakan tindakan kejahatan dan dapat merugikan masyarakat Buru. Kenyataannya selama kurun waktu 3 tahun PT BPS beroperasi pihak PT BPS sama sekali tidak mampu melakukan proyek normalilasi Sungai Anahoni, terkait dengan pengangkatan sedimen materi emas yang seharusnya dipindakan ke bibir sungai Anahoni, akan tetapi sedimen emas yang diangkat dari sungai Anhoni tersebut ditampung pada stoc penampungan Base Camp (lokasi khusus) PT BPS di sungai Baspoli.
“PT BPS telah melakukan pembohongan besar tehadap Masyarakat Buru dalam proyek normalisasi pengangkatan sedimen emas di Sungai Anahoni. Kami juga menduga adanya keterlibatan tenaga asing yakni warga Tiongkok yang dipekerjakan oleh PT BPS sebagai tenaga buru kasar dilokasi Gunung Botak yang luasnya kurang lebih 2 hektar,” ungkap para pendemo.
Para pendemo juga mengecam penggunaan zat kimia mercuri yang dipakai oleh PT BPS dalam pengolahan emas Gunung Botak yang berindikasi pada ancaman nyama manusia akibat dari bahaya limbah yang dibuang di hulu sungai Anahoni dan Sungai Baspoli dan mengalir hingga ke hilir kedua sungai yang airnya selalu digunakan oleh masyarakat Buru.
“ Kami menduga jangan sampai PT BPS kini sedang beroperasi untuk mengolah emas Gunung Botak tidak memiliki ijin lengkap mengenai AMDAL dan B3 yang juga belum di kantongi oleh PT BPS sebagai dasar legitimasi hukum dalam pengolahan emas di Gunung Botak. Ini patut dipertanyakan dan menjadi tanda tanya besar bagi Masyarakat Pulau Buru. Jangan sampai ada skenario besar yang sudah terdesain secara sistemmatis dan terstruktur secara bersama-sama hanya untuk meraup keuntungan besar dari Sumber Daya Alam (SDM) di Pulau Buru,” pungkas para demostran.
Aksi demostrasi yang berjalan kurang lebih 30 menit tersebut akhirnya dapat diterima oleh Kasipenkum Kejati Maluku Sammy Sapulete, bertemu dan berdiskusi langsung dengan perwakilan pendemo, diruangan Humas Kejati Maluku. Dari pertemuan tersebut perwakilan Pendemo menyerahkan beberapa pengaduan masyarakat Pulau Buru kepada pihak Kejaksaan Tinggi Maluku yang tertuang dalam pernyataan sikap masing-masing Kejati Maluku harus menangkap dan melakukan pemeriksaan kepada Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Martha Nanlohy terkait proyek normaliasi pengangkatan sedimen yang dilakukan oleh PT BPS.
Meminta kepada Gubernur Maluku Ir Saidd Assagaf, Kejaksaan Tinggi Maluku, Polda Maluku dan pihak Imigrasi Kelas I A Ambon untuk segera turun tangan dalam mengambil langkah tegas terhadap tindakan PT BPS yang mempekerjakan pekerja Asing, asal Tiongkok dalam pengolahan emas di Gunung Botak.
Meminta kepada Gubernur Maluku untuk segera mencabut izin operasional normaliasis PT BPS yang harus angkat kaki dari Pulau Buru. (IN-07)
