AMBON,MALUKU – Pembebasan lahan untuk jalan bawah tanah atau underpass yang dikerjakan pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Maluku terganjal, lantaran pembebasan lahan masih tarik ulur.
Pasalnya, saat pembangunan underpass yang berada di Jalan Jenderal Sudirman, Kecamatan Sirimau, Tantui-Ambon, dihalangi pihak keluarga Tutupoho, lantaran lahan yang akan digunakan untuk pembangunan underpass sudah melebihi, bahkan hampir seluruh lahan sesuai dalam Sertifikat Hak Milik.
“Setelah proses berjalan, Dinas PUPR Maluku melakukan penitipan uang pembayaran ganti kerugian di Pengadilan Negeri (PN) Ambon. Berbagai tahapan sebelum mengeluarkan Konsnyasi oleh Ketua PN Ambon, yang memerintahkan, agar uang ganti kerugian pembangunan underpass dititipkan di PN Ambon,” akui Juru Sita Pengadilan Negeri Ambon, Alberth J. Pangemanan menjawab pertanyaan wartawan, Kamis (14/12) di sela-sela eksekusi dilakukan.
Menurut Pangemanan, setelah proses itu, selanjutnya diberitahukan kepada pihak keluarga Tutupoho, maka Ketua PN Ambon mengeluarkan penetapan eksekusi terhadap Konsnyasi tersebut yang dilakukan Kamis, (12/12/ 2017).
Dijelaskan, luas keseluruhan sesuai dengan Konsnyasi yakni, 898 meter persegi, namun dari pihak Tutupoho mengkleim tanahnya telah bersertifikat.
“Buktinya memang betul ada sertifikat, hanya proses penitipan uang di PN Ambon, agar pembangunan underpass tetap berjalan. Besaran uangnya yang dititipkan Rp.495 juta lebih, dan sesuai NJOP yang disepakati,” tandas Juru Sita PN Ambon ini.
Menurut Pangemanan, jika pihak Tutupoho merasa keberatan, langkah yang harus dilakukan adalah mengambil upaya hukum, tetapi PN Ambon tetap melaksanakan pengamanan hukum terhadap titipan uang pembayaran ganti kerugian.
Berdasarkan Surat Penetapan Nomor: 05/Pdt.Konsnyasi/2017/PN.AMB, pihak PN Ambon melaksanakan apa yang telah diamanatkan dalam surat tersebut untuk mengeksekusi lahan yang disengketakan, lantaran pembayaran tidak sesuai dari pihak termohon (keluarga Tutupoho).
Sementara itu, pihak keluarga Tutupoho yang saat eksekusi oleh pihak PN Ambon berlangsung, ngotot untuk mempertahankan lahan yang menjadi hak mereka sesuai dengan Sertifikat Hak Milik bernomor: 1175, lantaran, lahan pembangunan underpass Sudirman dari pihak keluarga Tutupoho hanya 268 meter per segi untuk pembangunan underpass.
Ny. Nurhayati salah satu pihak keluarga Tutupoho meminta, agar ada tim independen untuk menilai harga lahan.
“Waktu Konsnyasi hanya memakai undangan dan sertifikat saja. Tidak ada nilai atau harga berapa dan dana dari mana, itu tidak ada, bahkan perencanaan juga tidak ada. Untuk itu saya meminta ada tim independen yang menilai harga tanah, bukan dihitung berdasarkan NJOP-nya, karena harus memakai PERMA No: 3 yang menghendaki ada tim Apraisal,” tegas Nurhayati Tutupoho.
Dirinya mengatakan, besaran nilai uang yang dititipkan di PN Ambon sebesar Rp.381,2 juta lebih.
“Kami juga tidak mengetahui uang itu dari mana, dan kami tidak pernah melihat DIPA-nya seperti apa dan dari mana. Sedangkan BPN maupun Pemda Maluku harus mengusulkan ke pusat, setelah dananya turun, barulah dilakukan pembebasan lahan,” akuinya.
Ia menyebutkan, biasanya proyek dari pusat turun, pembebasan lahan sudah selesai dilakukan. Bukan dilakukan secara mendadak dan terburu-buru.
“Ini seakan, tiba saat mati akal Pemda Maluku. Apa PERDA setiap hari alami perubahan? Kan PERDA-nya paling cepat satu tahun baru dirubah. Tetapi yang terjadi setiap pertemuan selalu mengalami perubahan terhadap nilai uangnya,” kata Nur nama akrabnya.
Menurutnya, saat ini tanah yang diambil untuk proyek pembangunan underpass tersebut, lahan semua yang ada dalam satu sertifikat tersebut, dengan nilai selalu berubah-ubah dengan nilai NJOP.
“Jadi, hari ini saya ikut rapat, nilainya Rp.125 ribu, besok menjadi Rp.200 ribu, besoknya lagi Rp.225 ribu. Ada Rp.300an ribu, dan paling terakhir Rp.425 ribu. Apa harus selalu berubah, dan sering terjadi,” katanya mencontohkan.
Sedangkan dari pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ambon, F. B Soukotta mengatakan, pihak BPN hanya menunggu, dan mengikuti apa yang diputuskan, karena pihak yang membutuhkan adalah Balai Jalan sendiri.
“Kita ikuti prosedural menyangkut sesuatu hak. Setelah HGB selesai, objeknya diambil negara, dan negara mewajibkan itu. Mengenai objek lahan untuk proyek underpass, harga negosiasi tidak diterima pihak yang mengkleim sebagai pemilik lahan yakni keluarga Tutupoho,” kata Soukotta.
Saat eksekusi yang berlangsung sekitar pukul 08:30 WIT hingga sekitar pukul 10:30 WIT ini, mendapat pengawalan ketat personil aparat Kepolisian Polda Maluku. Sempat bersihtegang antara pihak pemohon, Dinas PUPR Maluku dan pihak termohon, keluarga Totupoho. Namun, dengan sigap aparat kepolisian, emosional pihak-pihak yang bersengketa dapat diredam. (IN-01/IN-07)
