Bula,Maluku- Anggota DPR RI daerah pemilihan Maluku, Hj. Rohani Vanath mengutuk keras tindakan I.K, oknum guru yang melakukan tindakan pencabulan terhadap S R, bocah 12 tahun yang masih duduk dibangku salah satu Sekolah Dasar (SD) swasta di Kecamatan Seram Timur, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT).
Kasus pencabulan yang dilakukan I K yang merupakan gurunya sendiri itu mengakibatkan korban meninggal dunia pada Senin, (30/10/ 2017) setelah dirawat selama 5 hari di Puskesmas Geser ibukota Kecamatan Seram Timur.
“Saya sangat mengutuk keras perbuatan yg di lakukan oleh oknum seorang guru, dan setelah ibu berkoordinasi dgn pihak polsek maupun Kapolres oknun tersebut sudah diamankan untuk menghindari main hakim sendiri, “ungkap Vanath kepada media ini Selasa, (31/10/2017).
Dia berharap, kepolisian harus secepatnya menuntaskan kasus pencabulan anak di bawah umur itu. Hal itu untuk memberikan rasa keadilan terhadap keluarga korban. Apalagi kasus ini mulai menyita perhatian publik lantaran korban telah meninggal dunia.
“Semoga pihak kepolisian bisa cepat mengusut tuntas dan seadil-adilnya masalah ini, “harap anggota komisi II DPR RI ini.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini meminta, Pemerintah daerah baik dinas pendidikan maupun kantor kementrian agama segera melakukan pembinaan terhadap para guru agar kasus serupa tidak terjadi lagi dimasa yang akan datang. Pembinaan bagi guru-guru itu perlu apalgi ini guru agama, “pinta Vanath.
Sementara itu, Kapolisian Resort (Polres) SBT memastikan penanganan kasus pencabulan terhadap bocah 12 tahun warga Desa Kefing Kecamatan Seram Timur itu terus dilakukan. Penanganan kasus yang dilaporkan ke Polsek Geser pada 20 Oktober 2017 itu kini masuk pada tahap penyidikan.
“Untuk penanganan perkara tersebut, saat ini sudah dilakukan proses penyidikan, sudah tahapan penyidikan. Untuk Tersangka sudah dilakukan penahanan, karna ini adalah kasus atensi dimana setelah kejadian korban trauma, kemudian dirawat di rumah sakit dan kemarin meninggal dunia oleh karena itu untuk penanganannya kami back up, “kata Kasat Reskrim Polres SBT, Iptu. Labeli kepada Intim News diruang kerjanya Selasa, (31/10/2017)
Meski penanganan kasus tersebut dilakukan di Polsek Geser namun Labeli mengaku, gelar perkara akan dilakukan dipolres SBT untuk mengetahui bukti-bukti serta pasal yang akan dikenakan terhadap kasus tersebut.
“Besok penyidiknya baru tiba disini kami akan langsung lakukan gelar kemudian kita akan lengkapi bukti-bukti untuk penerapan pasal itu selanjutnya tahap 1, “ungkap dia.
Kata Labeli, setelah menjalani proses pemeriksaan, tersangka saat ini telah diamankan di rumah tahanan (Rutan) Geser. Penahanan tersangka dilakukan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
“Demi keamanan tersangka sudah dilakukan pemeriksaan. Jadi untuk sementara kami amankan, kalau sudah lakukan pemeriksaan lalu dianggap cukup, “kata Labeli.
Pihaknya juga akan memeriksa sejumlah saksi tambahan untuk melengkapi bukti-bukti yang telah ada. Pemeriksaan saksi tambahan untuk memperkuat alat bukti sebelum diserahkan kepada pihak kejaksaan untuk disidangkan. Untuk melakukan pemeriksaan saksi tambahan, penyidik Polres SBT akan diterjunkan langsung ke pulau Geser, Seram Timur.
“Jadi nanti berkasnya kita lengkapi, pengumpulan bukti-bukti, jadi alat bukti yang nanti dimasukkan dalam berkas, kita akan periksa saksi, kemudian ahli yaitu dokter kita akan periksa juga kemudian saksi-saksi lain kita lengkapi untuk alat buktinya supaya kuat dan kita akan segera limpahkan ke kejaksaan. Kalau memang membutuhkan pemeriksaan tambahan nanti anggota saya yang turun ke geser, “jelas dia.
Akibat perbuatannya itu, polisi akan menjerat tersangka I.K dengan sejumlah pasal diantaranya pasal tentang perlindungan anak dan tentang perbuatan cabul.
“Pasal yang diterapkan itu pasal 82 ayat 1 dan 2 junto pasal 76 e undang-undang 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang telah diubah kedua kalinya itu undang-undang 17 tahun 2016 itu yang kita terapkan. Jadi undang-undang perlindungan anak kemudian kita kita gandengkan dengan pasal 294 ayat 1. Kalau UU perlindungan anak 5 sampai 15 tahun kemudian yang UU 294 ini itu pidana paling lama 7 tahun, “jelas Labeli. (IN-17)
