Ambon,Maluku – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku belum menerima berkas tahap II dengan tersangka Semuel Paulus Puttileihalat, pada perkara penyerobotan kawasan hutan produksi Gunung Sahuwai, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB).
Hal itu diakui pihak Kejaksaan Tinggi Maluku lewat Kasi.Penkum Kejati Maluku, Samy Sapulette membenarkannya saat ditanyakan Wartawan diruangan Pers Kejati Maluku, Selasa (19/9/9/2017).
“Hingga kini kami (Penuntut Umum) Kejati Maluku belum menerima berkas perkara Puttileihalat untuk tahap II. Nanti tanyakan saja ke penyidik Dinas Kehutanan Maluku, karena itu tugas mereka,” akuinya.
Tersangka kasus penyerobotan hutan produksi di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), hingga saat ini masih ditangguhkan proses hukumnya, pasalnya kakak dari mantan Bupati SBB itu masih terganggu kesehatannya.
“Sebelumnya koordinasi mengenai tersangka yang sakit, tetapi kami menunggu hingga sekarang, belum ada informasi balik,” jelasnya.
Untuk diketahui, di tahun 2013 lalu, Pemerintah Kabupaten SBB membangun ruas jalan dari Desa Ariate, Kecamatan Huamual ke Dusun Masika Jaya, Desa Waisala, Kecamatan Waisala. Namun, proyek bernilai sebesar Rp.17,5 miliar yang terdiri dari anggaran tahap I senilai Rp.9 miliar dan tahap II sebesar Rp.8,5 miliar ini dikerjakan hingga masuk ke dalam kawasan lindung dan hutan produksi di hutan Sahuwai.
Penyerobotan kawasan hutan produksi Gunung Sahuwai itu terungkap setelah dilakukan operasi gabungan sejumlah intansi terkait, dalam rangka pengamanan kawasan hutan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku pada tahun 2013 lalu.
Hasilnya, dikatahui, pelaksanaan proyek yang ditangani PT.Karya Ruata itu telah menerobos kurang lebih 3 kilometer ke dalam kawasan lindung dan hutan produksi tanpa ijin dari Menteri Kehutanan.
Tersangka Remon Puttileihalat diduga melanggar melanggar Pasal 78 ayat (15) Undang-Undang nomor 41 Tahun 1999. Remon juga diduga melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan pasal 19 huruf (a), (b), (c).
Berdasarkan pasal yang disangkakan, Remon terancam hukuman 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp.5 miliar. (IN-07)
