Buru

Tak Becus Kerja, Warga Desa Jikumerasa Minta Bupati Copot Tomnusa

Lampiran Surat Warga Jikumerasa Kecamatan Liliyali, Kabupaten Buru, mengadukan Plt Kades, Nonce Tomnusa ke DPRD Buru

Buru, Maluku – Sebanyak 103 warga Jikumerasa, Kecamatan Liliyali, Kabupaten Buru, mengadukan Plt Kades, Nonce Tomnusa ke DPRD Buru, warga menilai sang plt kades ini tidak becus dalam memimpin. Ia dituding melakukan perpecahan di desa tersebut, sehingga warga mendesak bupati mencopot yang bersangkutan.

“Kami masyarakat Jikumerasa, meminta kepada pemerintah dan DPRD Buru untuk segera memberhentikan penjabat kepala desa Jikumerasa dan mengganti dengan yang baru sesuai dengan amanat undang-undang nomor 6 tahun 2014,” tulis mereka dalam surat tersebut.

Ketua Komisi A DPRD Buru, Jamaludin Bugis yang dihubungi Intim News, Kamis pagi (24/8/2017). membenarkan adanya aduan warga tersebut.” Suratnya baru saya terima kemarin dan akan kita rapatkan di komisi secepatnya,” jelas Bugis.

Dalam surat setebal tujuh halaman itu, sebanyak 103 warga desa Jikumerasa ini, membeberkan kalau pengangkatan Nonce Tomnusa sebagai kareteker Kades oleh Bupati Buru, Ramly Ibrahim Umasugi beberapa tahun lampau sangat bertentangan dengan UU Nomor 6 tahun 2014, tentang Desa yakni pada pasal 46-47 dan juga bertentangan dengan PP 47 Tahun 2015.

Amanat Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tersebut mensyaratkan kalau penjabat Kades itu harus diambil dari PNS di lingkup pemerintah daerah Kabupaten/Kota setempat. Namun bupati menunjuk Tomnusa yang saat itu hanya berstatus PTT Dinas Kehutanan Kabupaten Buru.

Setelah menjabat, akui mereka, kalau oknum Kades ini telah salah memanfaatkan jabatannya sehingga terjadi konflik antar penghulu, tidak transparansi dalam pengelolaan dana desa dan pemanfaatan dana tersebut tidak diawali dengan bermusyawarah dengan masyarakat.

Warga juga menuding penjabat Kades membentuk BPD yang baru untuk menggantikan BPD yang lama tidak melalui prosedur. Bahkan sebelum disahkan dan dilantik, BPD yang baru ini sudah dimanfaatkan Kades untuk bersama-sama mengelola dana desa tanpa musyawarah dengan masyarakat.

Dalam bahagian lain surat itu, mereka juga ikut menyentil pembangunan pasar desa dan pembukaan jalan desa yang baru yang dicurigai masih bermasalah. Pasar desa misalnya, yang dibangun menggunakan dana desa tahun 2016 lalu itu anggarannya tak sebanding dengan fisik pasar yang kini belum dimanfaatkan.

Diakhir surat mereka, ke-103 warga itu mengancam akan memboikot segala aktifitas pemerintahan desa bila tuntutan mereka tidak digubris pemerintah daerah.  (CR-05)

Print Friendly, PDF & Email
Comments
To Top