AMBON, MALUKU – Pemerintah Daerah (Pemda) Maluku, gandeng United States Agency for International Development (USAID) , menggelar konsultasi publik tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWPPPK).
Pemda dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Maluku, langsung datangkan Direktur Perencanaan Ruang Laut, Ditjen Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan Perikanan (KKP), Suharyanto, M.Si,dengan rencana kegiatan selama dua hari 29-30 Agustus 2017,di lantai 7 Kantor Gubernur Maluku.
“Kementerian terkait yang memiliki tanggungjawab, namun itu diperlukan kebijakan-kebijakan nasional, yang sifatnya komprehensif. Bapak Wakil Gubernur juga sudah sampaikan, kebijakan pengelolaan ruang laut. Yang diawali dengan perencanaan, kemudian pemanfaatannya dan pengendalian setelah pengawasan,”jelas Suharyanto kepada awak media ,usai pembukaan konsultasi publik ini.
Dijelaskannya, Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 dengan peraturan daerah (perda). Karena, ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Sehingga, dengan perda diharapkan, bisa lebih fix, tidak bergantung pada pergantian kepemimpinan berganti kebijakan pula. Hingga, tidak merugikan terhadap kepastian hukumnya.
Sementara itu, dalam arahan singkatnya Wakil Gubernur Maluku Zeth Sahuburua yang mewakili Gubernur menegaskan, peta rencana zonasi ini, tentunya adalah kebijakan nasional.
“Tentunya, kebijakan daerah bertolak dari kebijakan nasional. Tetapi dengan catatan, harus menguntungkan daerah. Kita letakkan prinsip itu, tidak ada satu kebijakan daerah yang didasarkan pada kebijakan nasional, tapi tidak menguntungkan daerah,”ucapnya.
Forum tersebut bertujuan untuk, memperoleh verifikasi dari berbagai pemangku kepentingan di Provinsi Maluku, terkait pemanfaatan ruang Wilayah pesisir dan pulau kecil, yang telah ada serta menjaring masukan, untuk penentuan rencana alokasi ruang Wilayah laut ke depan di Provinsi Maluku.
Selain Sekretaris Daerah Provinsi, para Bupati, Kepala Bappeda, serta Kepala Dinas Perikanan di 11 Kabupaten/Kota, konsultasi publik juga melibatkan perwakilan masyarakat adat, kelompok nelayan, dan akademisi. (IN-06)
