Ambon,Maluku- Praktik kesewenang-wenangan dalam jabatan masih terus dilakoni oknum pemerintah Negeri Halong, Kecamatan Baguala, Ambon, Maluku, hingga tujuh tahun terakhir. Akibat menjual tanah atas persetujuan sendiri tanpa diketahui dan direstui Saniri Negeri Lengkap, kini oknum Pemerintah Negeri Halong tersebut dituding telah ikut menyusahkan masyarakat setempat, terutama penduduk asli Halong, akibat sulitnya mereka memperoleh sebidang tanah untuk membangun rumah kediaman. Bahkan penduduk asli Halong kini terancam tak memiliki tanah di negerinya sendiri setelah dijual bebas oleh oknum raja setempat.
Celakanya kebijakan reklamasi atas persetujuan raja Halong di depan Kesatrian Pangkalan Utama TNI-AL (Lantamal) dan Badan Keamanan Laut Republik Indonesia di Halong diduga tidak mengantongi izin lingkungan berupa kelengkapan dokumen Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
Padahal usaha atau kegiatan dilihat dari perspektif lingkungan hidup terbagi tiga tingkatan, yakni usaha atau kegiatan Wajib AMDAL, usaha atau kegiatan Wajib UKL UPL, dan usaha atau kegiatan Wajib SPPL.
Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Undang Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) disebutkan bahwa “Setiap usaha dan atau kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan”. Yang melanggar ketentuan ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”. (Pasal 109 ayat (1) UUPPLH)
“Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”. (Pasal 111 ayat (2) UUPPLH)
Amdal adalah kajian mengenai dampak penting suatu Usaha dan atau Kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan. Hasil kajian AMDAL berupa dokumen AMDAL yang terdiri dari 3 dokumen, yaitu Dokumen Kerangka Acuan (KA), Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL), dan Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL), dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL).
Keterlibatan Masyarakat sekitar pemrakarsa, dalam menyusun dokumen Amdal wajib mengikutsertakan masyarakat, adapun masyarakat yang dilibatkan mencakup masyarakat yang terkena dampak, masyarakat pemerhati lingkungan hidup; dan masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal.
Reklamasi di pantai Halong itu dinilai warga sangat berdampak terhadap perkembangan hutan bakau (mangrove) yang sejauh ini tumbuh subur di kawasan tersebut.
’’Khusus untuk lahan reklamasi di depan Kesatrian Lantamal IX dan Bakamla RI, disinyalir raja menjual lahan itu atas nama pribadi, bukan pemerintah negeri secara kolektif. Lokasi itu rencananya akan dibuat Taman Wisata Bakau dan layanan publik jalur hijau seperti di Ora Beach oleh Saniri Negeri Halong dan investor, tapi kemudian dijual raja Halong secara diam-diam,’’ ungkap Ronald, salah satu warga Halong kepada pers di Ambon, Kamis (17/8/2017).
Ronald mempertanyakan kewenangan mengeluarkan Amdal merupakan domain instansi yang mana di Pemerintah Kota Ambon, sebab masih terjadi simpang siur informasi ketika hal ini dikonfirmasikan ke pihak-pihak terkait.
’’Amdal itu domain Dinas Tata Kota Kota Ambon atau Badan Lingkungan Kota Ambon. Kami berharap Pemerintah Kota Ambon harus segera menyikapi hal ini sehingga tidak meresahkan masyarakat di sekitar lokasi reklamasi,’’ desaknya.
Dia berharap Pemkot Ambon, Universitas Pattimura, DPRD Kota Ambon, dan pihak-pihak terkait lainnya dapat meminta Pemneg Halong dan Lantamal IX untuk mengklarifikasi hal ini agar tidak membawa dampak negative bagi masyarakat yang bermukim di sekitar lokasi reklamasi.
’’Yang kita ketahui kan adanya hutan bakau sangat berperan penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem, apalagi sangat mendukung perkembangbiakan ikan. Kalau lokasi reklamasi ini dibiarkan, kemana lagi masyarakat akan mencari ikan atau beraktifitas di sekitar lokasi tersebut,’’ keluhnya.
Hingga berita ini dilansir belum ada konfirmasi resmi Pemneg Halong maupun pihak Lantamal IX menyangkut dugaan tidak dikantonginya Amdal atas lokasi reklamasi. (IN/ROS)
