Pendidikan

Program Full Day School Oleh Kemendikbud, Tuai Penolakan

AMBON, MALUKU- Salah satu program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, yakni Full Day School, menuai kecaman. Salah satunya, DPW PKB Maluku.  Ketua DPW PKB Maluku, Basri Damis menyatakan, PKB Maluku menolak Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 tahun 2017, tentang hari sekolah yang mengatur sekolah 8 jam sehari selama 5 hari alias Full Day School (FDS).

Menurutnya, karena gagasan tersebut dianggap menjauhkan anak dari pendidikan agama. PKB menilai FDS, telah menjauhkan peran-peran kesejarahan dan peran madrasah dalam membangun karakter bangsa dan akhlak mulia. Pembangunan karakter bangsa, dinilai tidak bisa diukur dengan banyaknya hari dan jam, anak belajar di sekolah tetapi lewat kualitas proses pendidikan dan kesungguhan para guru atau ustadz, dalam membimbing dan memberi teladan bagi peserta didik.

“Jika full day school diterapkan, saya khawatir seluruh pelajar Indonesia akan kerugian. Mereka akan kekeringan ilmu agama dan menjadi generasi yang tidak mengenal Allah,” ungkap Basri Damis.

Peraturan yang mewajibkan siswa sekolah mengecap pendidikan dari pagi hingga petang, mulai Senin sampai Jumat  itu, dinilai gegabah dan merugikan masyarakat, karena keadaan masyarakat Indonesia yang beragam baik secara geografis, sosiologis maupun budaya.  Gagasan ini justru dinilai menjauhkan anak dari orang tua.

“Kurikulum (agama) di sekolah full day school sangat terbatas. Gurunya enggak ada, yang ada hanya di pendidikan masyarakat, pesantren, madrasah, musholah dan taman pendidikan agama. Jangan diambil sekolah semua,”geramnya.

FDS basriBasri Damis menambahkan, kebijakan FDS tidak boleh dinegosiasikan dengan alasan apapun, karena ini mencakup pendidikan karakter pada anak. Selain mematikan Madrasah Diniyah dan Pesantren, kebijakan tersebut juga sangat bertentangan dengan kultur budaya Maluku, yang selama ini menjadikan lembaga-lembaga non formal keagamaan, sebagai tempat pembinaan moral anak-anak.
Selain itu, pengetahuan yang diajarkan sore hari setelah pulang sekolah, selama ini tidak hanya soal agama, tapi juga bagaimana etika, sopan santun dan ketaatan terhadap orang tua serta guru.

‘’Kalau jam sekolah (formal) ditambah sampai sore, bagaimana anak-anak bisa belajar mengaji. Disamping itu, kebersamaan anak dengan orang tua akan hilang. Anak kalau pulang jam lima sore mau buat apa, pasti sudah tepar dan tidak mungkin bisa saling bercanda dengan orangtua mereka,’’ tambahnya.

Penerapan program sekolah lima hari atau full day scholl dengan delapan jam belajar ,diyakini secara tidak langsung akan menambahkan angka kemiskinan di daerah. Hal itu karena orang tua diharuskan, memberikan uang saku lebih kepada anak-anaknya, untuk bekal makan siang.  Sebutnya, apalagi jika mengacu pada data BPS pada bulan September 2015, di Maluku jumlah penduduk miskin 331,79 ribu jiwa atau 19,26 persen dan secara nasional, Maluku merupakan daerah termiskin nomor 4 di Indonesia.

“Kebijakan ini sangat merugikan masyarakat miskin di Maluku, karena para orang tua harus bekerja siang-malam ,untuk memberikan biaya makan minum anak saat sekolah,” tegasnya.

Sementara itu, kebijakan FDS dapat mengganggu keberadaan Madrasah dan pondok pesantren, yang selama memiliki sumbangsih besar ,dalam membangun karakter anak bangsa. Bahkan tanpa biaya dari Negara, Madrasah dan Ponpes, bisa pro-aktif membangun karakter generasi muda.
PKB Maluku, mengganggap kebijakan FDS sangat tidak realistik karena, diambil tanpa mempertimbangkan suara seluruh elemen masyarakat. Belanda saja saat menjajah Indonesia dulu, ketika mengambil kebijakan dimulai dengan mendata, menganalisis, jangan sampai kebijakan Belanda tak sesuai dengan tujuan mereka.

Untuk itu, selaku Ketua DPW Basri Damis mengintruksikan kepada seluruh Kader PKB Maluku, baik yang di parlemen maupun kader yang lainya akan terus berjuang hingga peraturan ini dicabut. Karena, ini menyangkut kepentingan umat Islam, karena kebijakan tersebut selain mempengaruhi eksistensi madrasah dan ponpes Kebijakan FDS tersebut, juga soal perjuangan sejarah umat Islam, memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan menjaga NKRI dan Pancasila. (IN-06)

Print Friendly, PDF & Email
Comments
To Top