Oleh:
MUHAMMAD ALI SUNETH
(koord) DEPARTEMEN PERGURUAN TINGGI DAN KEMAHASISWAAN
HMI KOMISARIAT HUKUM UNHAS
Demokrasi adalah sebuah konsep oleh, dari, dan untuk rakyat,dimana rakyat ikut berperan serta dalam penyelenggara pemerintah untuk pengurusan kehidupan bersama dalam bernegara. Dalam perkembangannya demokrasi secara langsung ini kemudian mengalami pergeseran menjadi sistem demokrasi secara tidak langsung atau lewat demokrasi perwakilan. Hal ini disebabkan perkembangan masyarakat dan perkembangan permasalahan yang ada di masyrakat.
Dalam sistem demokrasi perwakilan ini masyarakat berperan serta secara tidak langsung yaitu melalui wakil-wakilnya yang telah ditunjuk.untuk itu, Wakil yang ditunjuk untuk mengurusi kehidupan bersama ini dipilih melalui sistem Pemilu, baik Eksekutif maupun Legislatif dan juga untuk lembaga yudisial. Dalam sistem demokrasi perwakilan ini dikenal dengan teori kontrak sosial dari John Locke yaitu masyrakat menyerahkan kedaulatannya kepada pemerintah dalam mengatur kehidupan bersama tersebut melindungi hak-hak warga negara dan menjamin terlaksananya hak-hak tersebut.
Kekurangan dari sistem ini ialah seringkali wakil yang ditunjuk tersebut ternyata mempunyai jarak dengan konstituennya. Hal ini menimbulkan distorsi kepentingan antara wakil rakyat dengan konstituennya. Untuk mengurangi jarak antara wakil rakyat dengan konstituen ini diperlukan ruang-ruang partisipasi masyarakat. Dengan adanya partisipasi masyarakat diharapkan kebijakan yang diambil oleh para wakil rakyat tersebut lebih mencerminkan kepentingan masyarakat dan akan lebih efektif dalam pengimplementasiannya karena masyarakat terlihat secara intens dalam penentuan kebijakan tersebut.
Peraturan daerah adalah produk Hukum sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari UU, dan UUD. Akan tetapi karena dibuat oleh lembaga politik yang tentunya dapat saja bernuansa politis, dalam pembentukannya kadang terjadi political bargaining atau tawar-menawar yang bermuara pada kompromi yang dapat berupa konsensus atau kesepakatan politis yang dituangkan dalam norma (pasal) yang kadang kurang mencerminkan kepentingan umum, melainkan kepentingan golongan bahkan kepentingan pribadi. Hal ini kadang kala tidak dapat dihindari dalam proses pembentukan suatu peraturan daerah, untuk itu perlu dicermati bagaimanakah tata cara pembentukan suatu produk hukum agar lebih mencerminkan kepentingan masyarakat Adat Kabupaten SBB sebagai pemegang kedaulatan di daerahnya.
Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Pasal 96 ayat (1) disebutkan “ Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan” dan ayat (3) menyebutkan “Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan atas substansi Rancangan Peraturan Perundang-Undangan”
Dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Pasal 188 ayat (1) disebutkan bahwa”Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan” dan ayat (2) menyebutkan “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam rangka melaksanakan konsultasi publik. Hal ini jelas bahwa pentinganya masyarakat adat atau pemuka-pemuka adat yang ada di Kabupaten seram Bagian Barat dilibatkan dalam pembahasan Ranperda tersebut agar dapat mencermikan kepentingan masyarakat adat.
Legislasi sebagai suatu proses tidak berlangsung dalam suatu ruang yang netral sebagaimana selama ini dikemukakan dalam teoti sistem politik. Proses pembuatan kebijakan bukan semata proses menjadi output dalam bentuk kebijakan. Teori sistem politik memaknai proses legislasi secara linear sebagai suatu tahapan-tahapan yang teratur tanpa adanya intervensi dari luar. Pada kenyataannya,proses legislasi tidaklah berlangsung secara netral, tetapi sebaliknya dengan mencakup dimensi yang beragam. Dilihat dari proses, legislasi membutuhkan partisipasi masyrakat yang kuat. Dilihat dari sisi subtansi, legislasi harus mencerminkan kepentingan publik dan strategis bagi percepatan pembangunan daerah. Dilihat dari sisi yuridis, legislasi merupakan perangkat hukum yang mampu membangun kepastian hukum dan keadilan serta membawa kemanfaatan bersama. Dari sisi praksis, legislasi harus feasible, politically accepted, administratively feasible, economically efficient. Dalam semangat good governance, proses legislasi seyogyanya menjadi ssemakin membumi dengan melibatkan lebih banyak stakeholders, sehingga melalui proses partisipatif di harapkan perarutran daerah yang dihasilkan dapat lebih aspiratif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Oleh sebab itu saya menyarankan kepada lembaga legislatif kabupaten seram bagian barat bahwa, pertama masyrakat SBB kuhusunya masyarakat adat yang dianggap ahli dan indenpenden harus terlibat dalam pembentukan kebijakan publik terkait Rancangan Peraturan Daerah tersebut mulai dari proses perencanaa, pembentukan, pelaksanaan dengan monitoring, serta akhirnya dalam evaluasi terhadap implementasinnyya. Kedua pengolahan Aspirasi Masyrakat, walaupun telah dilakukan forum-forum publik, jangan sampai bahwa terselenggarannya forum publik tersebut hanya sebagai formalitas atas adanya partisipasi publik, sementara pendapat masyarakat adat tidak tersampaikan dalam formula kebijakan yang ada. Ketiga transparasi, harus ada keterbukaan informasi, dokumen yang berkaitan dengan kebijakan yang akan diatur haruslah aksesible, dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat sehingga mereka akan aware atas masalah yang akan diatur tersebut. Sedangkan dari sisi parlemen sendiri ada beberapa hal yang harus dikuatkan yaitu pertama struktur “kamar” di Parlemen jika memang di desain sebagai sistem “Bikameral” seharusnya kedua lembaga yang ada bisa saling menjadi penyeimbang, sehingga terjadi proses check and balance atas kepentingan masyarakat. Masayrakat dapat mempunyai lebih banyak medium untuk menyalurkan kepentingannya. Kedua mekanisme rekruitmen anggota parlemen yang bisa menghasilkan para wakil rakyat yang benar-benar mampu untuk menjadi wakil rakyat dan bukan hanya sebagai wakil partai politik
Mencermati hal diatas saya merekomendasikan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat yang bersifat langsung, hendaknya dilakukan melalui saluran-saluran yang sah sesuai dengan prosedur demokrasi (procedural democracy) sehingga dapa memperkuat sistem demokrasi yang berdasar atas hukum (constitutional democracy) dan prinsip negara hukum yang demokratis (democratische rechtstaat) pertama. Kedua, prinsip-prinsip negara hukum hendaklah dibangun dan dikembangkan menurut prinsip-prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat.hukum tiidak boleh dibuat,ditetapkan,ditafsirkan dan ditegakkan dengan tangan besi berdasrkan kekuatan belaka (machtsstaati). Prinsip negara hukum tidak boleh ditegakkan dengan mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi yang diatur dalm Undang-Undang Dasar. (*)
