Buru, Maluku – Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Buru, mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri Namlea untuk meminta jaksa serius menangani dugaan tindak pidana korupsi terhadap tindakan proforma dan pemahalan proyek yang merugikan negara Rp.8,8 milyar lebih.
Dua fungsionaris GNPK, Muhammad Ahda Hukul SE dan Kasmir Mustafa (29/8/2017), bertandang ke Kantor Kajari Namlea.
Kepada intim news keduanya mengaku ingin bertemu Kajari Namlea, Nelson Butar Butar SH. Tapi saat melapor di piket, diperoleh penjelasan kalau Neslon sementara tidak ditempat, karena sedang mengikuti kegiatan di Kantor Kejaksaan Tinggi Maluku.
Karena itu, selama di kantor Kajari, keduanya hanya menemui Kasie Intel. Kepada Kasie Intel, GNPK meminta agar jaksa harus serius menindaklanjuti dugaan korupsi pada kasus proforma, alias tender diatur- atur di UPL Buru dan adanya tindakan pemahalan yang merugikan negara sebesar Rp.8,8 milyar lebih.
Mereka hanya beberapa menit di ruang kerja Kasie Intel dan sempat menyinggung tentang dana hibah Rp.270 juta tahun 2016 lalu yang diberikan Bupati Buru kepada Kajari Namlea, Nelson Butar Butar.
Kasie intel hanya berjanji akan menyelidiki kasus tersebut setelah ada laporan. Ia meminta GNPK membuat laporan tertulis.
Sedangkan menyangkut dengan dana hibah Rp.270 juta, awalnya kasie intel mengaku tak tahu. Namun setelah bertukar informasi dengan Kasie Pidsus, rekannya itu berdalih dana hibah yang diberikan itu dalam bentuk barang dan tidak dijelaskan spesifikasinya.
Kepada Intimnews, Hukul mengatakan berkeinginan bertemu langsung dengan Nelson Butar – Butar perihal dana hibah Bupati Buru tersebut. Uang dalam jumlah banyak itu bukan diberikan dalam bentuk barang, melainkan dalam bentuk tunai di tahun 2016 lalu.
Hukul mengingatkan Bupati Buru, Ramly Umasugi agar berhati-hati memberikan dana hibah kepada instansi vertikal Kejaksaan Negeri Namlea, karena itu lembaga negara yang turut menangani kasus korupsi di daerah.
“Jangan sampai terkesan, pemberian uang Rp.270 juta itu bagian dari gratifikasi kepada kajari agar masalah yang ada di Pemkab Buru yang begitu banyak jangan diutak-atik oleh jaksa,” cibir fungsionaris GNPK ini.
Dari Kantor Kejaksaan Negeri Namlea, dua fungsionaris GNPK ini kemudian bertandang ke Dinas PU Buru. Setelah menunggu cukup lama, siangnya mereka ditemui Kadis PU, Ny Sifa Alatas ST.
Dalam pertemuan dengan Kadis PU, GNPK mempermasalahkan kasus pemahalan proyek Rp.8,8 milyar di lingkup Pemkab Buru, termasuk di Dinas PU atas dua paket jalan menuju pedalaman yang mencapai Rp.7 milyar lebih.
Menurut Sifa, kalau pemahalan itu terjadi di tahun 2016 lalu saat ia masih belum menjadi kadis PU. Ia sempat melempar tanggungjawab pemahalan itu kepada Unit Pelaksana Lelang (UPL).
Namun Hukul meminta Sifa agar jangan cuci tangan, sebab EE/HPS yang digunakan oleh UPL itu berasal dari Dinas PU sebagai pemilik proyek.HPS itu melebihi basic price yang tertera dalam SK bupati.
Ia menantang Sifa melaporkan masalah proforma dan pemahalan proyek ini kepada Kejaksaan Negeri Namlea.
” Pemahalan ini, ibarat menitip uang di kontraktor. Setelah dibayarkan, baru pemilik proyek mengambil lagi uang tersebut. Ini juga modus korupsi gaya baru,” kata Hukul yang sempat membuat kadis PU terdiam sejenak.
Kepada GNPK ini, Sifa berjanji akan memberikan teguran kepada stafnya yang lalai. Ia mengaku kalau Bupati juga akan memberikan teguran keras nantinya.
Namun Hukul dan Kasmir mengatakan, teguran itu tak cukup untuk dapat mengembalikan uang negara yang telah diboroskan atas tindakan pemahalan tadi. GNPK tetap meminta Kadis PU meneruskan masalah ini ke ranah hukum pidana korupsi.
Hukul mengaku kalau kadis PU tak berani membawa masalah itu ke kasus hukum. Ia mengaku nanti bupati yang akan memberikan sanksi kepada bawahannya.
Menanggapi dalih kadis PU, Hukul mengatakan, bagaimana bupati mau beri sanksi, sedangkan bupati sendiri tidak patuh dengan membuat peraturan bupati yang bertentangan dengan undang-undang.
“Bagaimana bupati mau beri sanksi. Sedangkan dia membuat peraturan bupati yang menggerogoti uang negara dari tahun 2014 lalu hingga 2016. Kalau peraturan ini belum dicabut, maka tahun 2017 sudah pasti bupati dan wakil bupati enak-enakan menggerogoti lagi uang sampai ratusan juta rupiah,” kata Hukul. (CR-05)
