Oleh:
ARIF ASLIN
(Wartawan Intim News, Kabupaten Seram Bagian Timur)
Momentum Hari Ulang Tahun (HUT) kemerdekaan Republik Indonesia (RI) seharusnya dirayakan dengan kegembiraan dan penuh suka cita. Kemerdekaan yang dirayakan harusnya meliputi segenap aspek terutama aspek pembangunan yang merata di seluruh pelosok negeri ini. Namun hal ini nampaknya belum dirasakan masyarakat yang berdomisili di Kecamatan Kilmury dan Kecamatan Kesui, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT).
‘Disabilitas’ dapat disematkan pada kedua wilayah itu, bagaimana tidak, kedua negeri ini masih terisolir dan jauh tertinggal dari sisi pembangunan fisik jika dibandingkan dengan daerah lainnya di SBT bahkan di Provinsi Maluku. Ironisnya, kedua wilayah yang berada di ujung pulau Seram itu dianggap masih seperti hutan belantara, sungguh sangat miris dan memprihatinkan.
Keprihatinan terhadap kondisi tersebut, sejumlah elemen pemuda dan masyarakat asal Kilmury lalu membentuk kelompok gerakan yang dinamakan ‘Save Kilmury’. Kelompok ini dibentuk untuk menuntut perhatian pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat untuk melihat kondisi ketertinggalan pembangunan di wilayah itu.
Sejak setahun terakhir, kelompok ini eksis meneriaki kondisi ketertinggalan pembangunan di Kecamatan Kilmury, berbagai cara telah dilakukan namun hingga kini pemerintah masih ‘tutup mata’ dengan persoalaan yang terjadi di wilayah itu. Padahal menurut mereka, Kilmury merupakan bagian dari Negera Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang tidak bisa dilepas pisahkan terutama di bidang pembangunan.
Ketertinggalan masyarakat Kilmury memang nyata dari berbagai aspek, mulai dari listrik, telekomunikasi, akses jalan, transportasi hingga penyedian air bersih yang layak minum.
Untuk ketersediaan listrik, masyarakat menilai Negara lalai dalam penyediaan listrik sebab, masyarakat Kilmury dari awal kemerdekaan hingga kini masih terus hidup dalam kegelapan. Bayangkan saja, pada malam masyarakat hanya menggunakan lampu pelita yang terbuat dari kaleng, botol atau bambu sebagai alat penerang. Para siswa harus belajar dengan penerang seadanya. Padahal, ini sangat berdampak bagi peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) generasi muda Kilmury dan mirisnya kondisi ini terjadi di seluruh desa yang ada di kecamatan Kilmury.
Selain listrik, ketersediaan akses jalan juga hingga kini masih belum tersentuh, untuk menjangkau desa-desa yang ada di kecamatan Kilmury, warga setempat harus rela berjalan kaki puluhan kilo meter menyusuri tepian pantai. Bila air laut sedang pasang, warga terpaksa harus menunda perjalanan berkunjung ke desa tetangga untuk menghadiri hajatan yang sudah direncakan. Selain itu, warga yang ingin melakukan pemeriksaan kesehatan di puskesmas yang ada di kota Kecamatan harus mengurungkan niatnya karena kondisi laut yang sedang pasang. Hal ini sudah dirasakan masyarakat Kilmury hingga saat ini.
Yang lebih memprihatinkan lagi adalah kondisi para siswa yang bersekolah didesa tetangga, bayangkan saja, akibat tidak memiliki akses jalan yang layak, mereka harus berjalan menerobos hutan belantara yang sewaktu-waktu dapat mengancam keselamatan dari gigitan ular maupun babi hutan. Selain itu, para siswa harus rela menyeberangi sejumlah sungai yang ada, hal itu menjadi momok dari waktu ke waktu.
Untuk aspek perhubungan, ketertinggalan masyarakat Kilmury terlihat dari belum adanya pelabuhan kapal laut di wilayah itu. Untuk bepergian keluar daerah masyarakat harus menyeberang ke pulau Geser (Seram Timur) menggunakan speedboat berkapasitas kecil yang sewaktu-waktu dapat membahayakan keselamatan para penumpang. Dari data yang dihimpun media ini, sejak dua tahun terakhir sudah dua kali kecelakaan yang dialami speedboat yang biasa melayani rute Kilmury-Geser.
Sementara dibidang telekomunikasi, di era yang semakin maju ini, masyarakat Kilmury masih jauh tertinggal. Untuk bisa berkomunikasi dengan kerabat atau untuk urusan lain mereka harus mendayung perahu ke laut lepas untuk mendapatkan signal dari pulau Geser.
Kondisi ketertinggalan pembangunan yang dialami masyarakat Kilmury tidak jauh berbeda dari apa yang dialami masyarakat Kesui, Kecamatan Wakate, Kabupaten SBT. Terisolirnya masyarakat Kesui dikarenakan ketersediaan sarana telekomunikasi yang sangat minim. Selain itu letak geografis pulau Kesui yang berada jauh bila dibandingkan dengan pulau lain di kabupaten SBT, membuat warga memang sangat membutuhkan akses telekomunikasi. Padahal, Ketersedian layanan telekomunikasi yang memadai menjadi barometer kemajuan pembangunan disuatu daerah. Tuntutan pembangunan dibidang telekomunikasi terus menjadi permintaan masyarakat di pulau Kesui. Bahkan tuntutan ini dari tahun ke tahun terus disuarakan menjadi perhatian masyarakat didaerah kepulauan itu untuk pemerintah.
Janji manis yang dilontarkan sejumlah politisi pada saat kampanye untuk mengupayakan pembangunan jaringan telekomunikasi di kedua daerah itu hingga kini hanya menjadi isapan jempol belaka. Meskipun janji manis itu tidak diimplementasikan, namun tidak mematahkan semangat masyarakat Kesui untuk berusaha mendapatan layanan telekomunikasi baik.
Sejumlah kalangan masyarakat di wilayah terpencil itu pun terus berupaya semaksimal mungkin meminta perhatian pemerintah untuk menyediakan akses telekomunikasi yang memadai bagi warga yang berbatasan langsung dengan Kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara itu. Namun hingga kini upaya itu rupanya belum mendapat respon pemerintah terutama PT. Telkomsel yang menjadi pelopor penyedia akses telekomunikkasi di negeri ini.
Masyarakat Kesui pun, rela melakukan apa saja untuk bisa berkomunikasi. Bahkan Untuk mendapatkan jaringan seluler, masyarakat sering memanjat pohon dan tebing-tebing tinggi karena akses signal Base Transceiver Station (BTS) yang dipancarkan dari pulau seberang maupun BTS teletuntas yang ada diwilayah itu.
Sejumlah kalangan sudah berulang kali melakukan aksi demonstrasi dan tatap muka dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Maluku dan pimpinan Telkom maupun PT.Telkomsel namun hingga kini belum membuahkan hasil.
Dari pertemuan tersebut, DPRD lewat Komisi A DPRD Maluku menindaklanjuti dengan merencanakan kunjungan kerja ke Kesui bersama mitra kerjanya. Namun saat itu komisi A periode 2010-2015 yang dipimpin Richard Rahakbauw gagal berangkat lantaran kondisi laut tidak memungkinkan.
Meski telah bertatap muka dengan masyarakat Wakate tapi rencana pembangunan telekomunikasi di Wakate sampai saat ini belum ada realisasi. Segala upaya yang selama ini dilakukan masyarakat pemuda dan mahasiswa Kesui membuktikan wilayah itu sangat membutuhkan akses telekomunikasi yang memadai.
Diusia ke-72 tahun kemerdekaan bangsa ini, masyarakat dipelosok Maluku tepatnya di ujung Timur Pulau Seram itu berharap pemerintah bisa melihat persoalaan kesenjangan pembangunan yang terjadi di negeri itu. Sebab, selama ini wilayah itu dinilai sangat tertinggal jauh dari daerah lain di Maluku lantaran minimnya akses telekomunikasi dan transportasi yang dialami.
Apa yang dialami masyarakat Kilmury dan Kesui merupakan potret kecil ketertinggalan pembangunan di Maluku khususnya di Kabupaten SBT. Pemerintahan RI dibawah kendali presiden Joko Widodo dan wakil presiden Jusuf Kalla terus berupaya semaksimalkan mungkin mempercepat pembangunan diseluruh pelosok negeri ini.
Momentum HUT Kemerdekaan RI ke-72 ini masyarakat pada dua wilayah itu berharap pemerintah membuka mata melihat persoalaan ketertinggalan dan keterisolasiaan yang mereka rasakan sejak 72 tahun itu. Merdeka!!!!
“Masyarakat kecamatan kilmury tidak merasakan makna dari kemerdekaan. Kenapa tidak!!! bukankah Indonesia sebentar lagi merayakan hari yang katanya HUT Kemerdekaan RI yang ke 72?” Save Kilmury. (*)
