Ambon, Maluku.- Gubernur Maluku Said Assagaff mengajak masyarakat di daerah ini, untuk lebih arif lagi dalam menggunakan media sosial (medsos). Hal tersebut disampaikannya pada acara Halal Bihalal Pemda Provinsi Maluku, PHBI Provinsi Maluku bersama tokoh agama, tokoh masyarakat dan warga di daerah ini, berlangsung di gedung Islamic Center Ambon, Selasa (04/07/2017).
“Satu hal penting yang perlu katong nanaku akang bersama-sama, yaitu pentingnya katong cerdas dalam menggunakan internet, khususnya media sosial,” ujar Gubernur.
Menurutnya, dengan medsos kita bisa membangun dan menyambung silaturrahim, tetapi dengan medsos juga dapat merusak hubungan silaturrahim jika tidak dipergunakan dengan tepat. Internet dapat mengakses pelbagai informasi serta sumber ilmu pengetahuan dengan sangat mudah.
“Tapi dengan internet juga bisa menjadikan makhluk yang sangat instant, individualistik, mekanistik dan sangat suka dengan cara-cara plagiasi, baik dalam aktivitas di dunia pendidikan, birokrasi atau perkantoran, di parlemen, hingga masuk ke ruang-ruang privat di rumah tangga. Intinya dewasa ini bangsa kita nyaris kehilangan orginalitas,” paparnya.
Selain itu yang perlu menjadi ikhtiar bersama, menurut Assagaff yakni belajar agama secara instant. Seperti sebutan oleh imam besar mesjid Istiqlal Jakarta, Prof. Nazaruddin Umar sebagai “Agama Internet atau Agama Medsos”, yaitu ada “Islam internet atau Islam medsos”, “Kristen Internet atau Kristen medsos”, dan seterusnya.
“Nah itu orang belajar jadi instant tanpa mau belajar melalui ustadz, tuang guru (ulama), pendeta atau pastor,” ujarnya.
Dampak negatifnya belajar agama tanpa guru, terutama bagi yang awam, antara lain biasanya salah kaprah (fenomena munculnya aliran sesat). Terkadang merasa cerdas, menganggap paling benar sendiri, serta dalam banyak kasus rawan untuk terjadinya proses “cuci otak” direkrut menjadi teroris.
“Ini terjadi karena kita kurang siap, dalam menghadapi lajunya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, sehingga katong mengalami cultural shock (takajo) atau ‘Tunggakan kebudayaan’. Ini jadi tanggung jawab kita samua, khususnya para pendidik, ustadz, tuang guru, ulama, pendeta, pastor, bikshu dan sebagainya. Dalam spirit Halal bi Halal ini, mari basudara samua, sambil bermaaf-maafan, katong bersinergi dan tingkatkan kinerja dan pengabdian untuk negeri ini. Karena sejatinya semakin berkualitas ibadah seseorang, sejatinya makin baik dan berkualitas pula karyanya,” imbaunya.
Melalui momentum ini juga, kualitas kerukunan dan kedamaian antar umat beragama, serta antar suku bangsa di daerah ini, dikembangkan sebagai laboratorium kerukunan dan kedamaian antar umat beragama terbaik di Indonesia.
“Bukan hanya kerukunan dan kedamaian pasif, tetapi kerukunan dan kedamaian aktif. Sebagaimana ungkapan luhur orang Maluku ‘Potong di kuku, rasa di daging, ale rasa Beta rasa, serta Sagu Salempeng di patah dua,” harapnya.
Ini merupakan spirit kebersamaan dan persaudaraan sejati untuk belajar saling memahami, saling mempercayai, saling menopang, saling membanggakan dan saling menghidupi. Pentingnya ucapan selamat Idul Fitri itu pun membuat serangkaian acara Halal Bihalal mulai dari tingkat kampung hingga tingkat nasional dilaksanakan.
Untuk itu, tradisi buka puasa berasama dan Halal Bihalal ini, disebutkan sebagai local genius (kecerdasan local) dan local wisdom (kearifan local) Islam di Indonesia. Kecerdasan lokal atau kearifan lokal seperti ini, lanjut Assagaff, lahir dari imajinasi para ulama dan umara di negara ini. Bahwasanya walaupun bangsa ini adalah bangsa yang multikultur atau plural, namun tetap satu, sebagaimana semboyan Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu dan bersaudara.
Lalu apa makna Orang Basudara? Gubernur menyebutkan, Nabi Muhammmad Saw bersabda: tidaklah beriman seseorang di antara kamu, sebelum dia mencintai saudaranya, seperti dia mencintai dirinya sendiri”.
Pada hadis lain Nabi Muhammad Saw, juga menegaskan: “Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan tali silaturrahim”.
Dalam spirit ini, diharapkan ibadah puasa yang telah selesai dilaksanakan itu, benar-benar merupakan panggilan iman yang sejati, dapat kita jadikan sebagai media untuk ber-muhasabah dan berefleksi, sehingga terhapus semua dosa-dosa pada masa yang lampau serta hadir sebagai manusia baru yang fitri, yang melimpah dengan kebaikan dan kebijaksanaan.
Orang yang dapat menangkap hakekat puasa, diyakini akan selalu belajar untuk menjadi sumber kasih sayang, sumber kedamaian, sumber kesejahteraan, sumber keadilan, sumber kabaikan, untuk sesama.
Karena itu, dirinya mengajak semua yang hadir, untuk mengimplementasikan nilai-nilai puasa yang telah dilalui itu dengan mengedukasi dan menempa nafsu dan jiwa.
“Sebab jiwa yang kotor akan jauh dari Allah SWT, serta jiwa yang dikuasai oleh nafsu amarah, akan menjadi sumber dari pelbagai kejahatan dan kerusakan di muka bumi ini,” tandasnya. (IN-02)
