Seram Bagian Timur

Berwisata, Tradisi Warga Kelibingan Setiap Hari Pertama Ramadhan

SBT,MALUKU- KESAN sumringah terpancar dari wajah sejumlah anak muda Kelibingan pada hari pertama bulan Suci Ramadhan 1438 Hijriyah 2017 Masehi. Sejak pagi mereka telah meramaikan pantai Tanjung Gaun yang berjarak sekitar 1 kilometer dari kampung Kelibingan kecamatan Pulau Gorom, Kabupaten Seram Bagian Timur.

Dengan penuh suka cita, mereka menikmati keindahan pantai yang dibungkus hamparan pasir putih serta lautan yang tenang pada, Jumat (26/5) pagi itu. Beragam aktivitas ringan dilakukan untuk menikmati panorama pantai itu. Ada yang berjalan santai sambil mengabadikan momen indah itu. Ada juga yang mendirikan rumah-rumah kecil dari bahan seadannya.

Rumah-rumah kecil beratap daun nyiur yang dibangun diatas pasir putih sekadar sebagai tempat berlindung bagi mereka di saat matahari menanjak dan sinarnya menyengat.

“Sudah menjadi tradisi kami, setiap tahun, hari pertama puasa ke Tanjung Gaun,” ungkap Naken, salah satu warga Kelibingan.

Tanjung Gaun atau oleh masyarakat setempat disebut Suar Gaun selalu diramaikan kalangan muda Kelibingan pada hari pertama bulan suci Ramadhan. Wisata tahunan ini sebagai wujud rasa suka cita menyambut bulan suci Ramadhan dengan menikmati keindahalan yang asri.

Berbeda dengan kegitana wisata pada umumnya, wisata di hari pertama bulan Suci Ramadhan itu tanpa makanan dan minuman atau hal lain yang membatalkan puasa. Mereka sekadar menikmati keindahan alam yang tersaji di Tanjung itu.

Setiap tahun, setelah menunaikan Sholat Shubuh pada hari pertama bulan Suci Ramadhan, para anak muda kampung Kelibingan mulai berbondong-bondong ke Tanjung Gaun pada pukul 06 : 00 Wit dengan berjalan kaki.

Biasanya, setelah tiba di pantai Tanjung Gaun namun matahari belum terlihat, mereka bergegas mencari daun nyiur atau dedaunan lainnya serta menebang beberapa pohon kecil untuk membangun rumah –rumah kecil diatas pasir putih. Ada yang membangun secara berkelompok. Ada juga yang perorangan.

Rumah-rumah kecil itu dibangun dengan ukuran berbeda, tergatung jumlah mereka yang akan berteduh di dalamnya saat matahari telah menanjak dan sinarnya terasa menyengat.

Kendati ada pepohonan di sepanjang pantai yang dapat digunakan untuk berteduh, namun mereka memilih membangun rumah-rumah kecil, sekadar sebagai aktivitas ringan memulai wisata di pagi itu.

Di dalamnya dibuat lubang seluas rumah itu dengan kedalaman tidak sampai setengah meter, agar para “penghuni” rumah-rumah kecil tersebut lebih terlindungi.

Setelah semua pekerjaan beres, rumah-rumah kecil pun terlihat berjejer di pantai itu dan siap “ditempati”.
Wisata tahunan ini baru diakhiri pada sekira pukul 12 : 00 Wit. Para anak muda Kelibingan itu kembali ke rumah masing-masing lalu menyiapkan diri untuk menunaikan sholat Dzuhur. (IN-16)

Print Friendly, PDF & Email
Comments
To Top