Pluralisme Ala Vanath

Oleh : ARIF ASLIN (Wartawan INTIM NEWS)
P
luralisme merupakan salah satu ciri khas masyarakat modern dan kelompok sosial yang paling penting, dan mungkin merupakan pengemudi utama kemajuan dalam ilmu pengetahuan, masyarakat dan perkembangan ekonomi masyarakat Indonesia saat ini. Pluralisme adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormati dan toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama membuahkan hasil tanpa konflik sosial. Namun saat ini pluralisme (toleransi) sering terganggu dengan adanya berbagai kepentingan terutama kepentingan politik yang sering melatarbelakangi keretakan pluralisme (Toleransi) di Indonesia.
Berbeda dengan konsep pluralisme (toleransi) yang dilakukan oleh Abdullah Vanath semasa menjabat sebagai bupati Seram Bagian Timur (SBT). Mantan bupati 2 periode ini punya cara tersendiri untuk menunjukkan kepada masyarakat Indonesia khususnya di Maluku arti pluralisme (toleransi) yang sejak dulu telah diterjalin didaerah itu. Padahal 99,98 persen penduduk didaerah itu beragama Muslim. Sementara sisanya beragama Katolik, Protestan dan Hindu.
Tanggal 17 Agustus 2015 lalu merupakan tonggak sejarah baru konsep keberagaman (pluralisme) ala Abdullah Vanath untuk masyarakat Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) khususnya Kota Bula. Dimana tepatnya 70 tahun ulang kemerdekaan bangsa Indonesia itu sang mantan bupati SBT 2 periode ini meresmikan masjid terbesar pertama di daerah berjuluk Ita Wotu Nusa itu. Yang membebuat acara seremonial ini menjadi unik adalah sang pemegang pemukul bedug Pastor Costantinus Fatlolon yang mewakili keuskupan Diaosis Amboina.
Vanath memeberikan kepercayaan kepada keuskupan Diosis Amboina yang merupakan simbol umat Kristen katolik di Maluku sebagai pemegang tongkat pemukul bedug tanda dimulainya peresmian tempat suci bagi umat muslim di kota dengan julukan kota minyak itu. Pastor Fatlolon sangat terkesan dengan kepercayaan yang diberikan sang toko pemekaran itu.
“Kehadiran saya adalah representatif dari umat katolik. cara berpikir beliau sangat luar biasa, aspek pluralisme sangat ditekankan di Kabupaten Seram Bagian Timur, “ungkap uskup.
Kata pastor Fatlolon, keberagaman yang ditunjukan Vanath mewakili masyarakat SBT merupakan sebuah kekayaan yang sangat luar biasa hal ini dibuktikan dengan pembangunan tempat suci beberapa agama lain.
“Demografi menunjukan mayoritas masyarakat SBT beragama muslim dan itu bukan merupakan sebuah aspek negatif. Itu sebuah kekayaan kultural yang harus dijaga. Islam dan semua agama harus berakar pada kultur itu yang telah lihat yang ditunjukan masyarakat SBT, “katanya.
Menurut pastor Fatlolon, keberagaman dan rasa saling menghormati antar sesama umat beragama di masyarakat SBT bisa terjalin selamanya dan dapat menjadi contoh untuk daerah lain Maluku bahkan di Indonesia.
Tidak sebatas pada peresmian masjid yang diwakili pastor, sebelumnya konsep pluralisme juga telah dilakukan Vanath dengan menunjuk panitia Jimmy Patiselano yang juga merupakan seorang keturunan Tionghoa non muslim menjadi ketua panitia pembangunan masjid yang kini menjadi simbol umat muslim didaerah dengan julukan Ita Wotu Nusa itu.
Usai mersemikan masjid Agung Kota Bula berselang beberapa jam kemudian sang mantan calon gubernur itu melanjutkan perjalanan ke kecamatan Bula Barat untuk peletakan batu pertama dimulainya pembangunan Pura tenmpat beribadah bagi umat hindu yang mayoritas mendiami kawasan transmigrasi itu.
Ditahun yang sama Vanath juga melakukan peletakan batu pertama pembangunan Gereja untuk umat Katolik dikecamatan Teor. Selain itu, dia juga telah meresmikan pembangunan Gereja dikecamatan Wakate dan kecamatan Werinama. Tidak hanya itu, Pembangunan sejumlah rumah ibadah tersebut juga mendapat suntikan dana dari pemerintah daerah melalui dana Badan AMIL Zakat Infaq dan Sadaqah (Baziz) kabupaten Seram Bagian Timur. Semua yang dilakukan merupakan upaya untuk membangun dan mengelola keberagaman ditengah masyarakat.
Menurut Vanath pembangunan suatu daerah bukan saja dilihat dari pembangunan infrastrukturnya namun potensi keberagaman yang ada juga harus dikelola dengan baik.
“Keberagaman itulah dikelola menjadi sebuah potensi untuk mendorong dan mempercepat proses pembanguanan di Kabupaten SBT termasuk pembangunan sarana-sarana ibadah, “kata dia.
Keutuhan terjadi bila ada keseimbangan antara satu agama dengan agama lain. Ini dicontohkan pada negera-negara Timur Tengah yang mayoritas penduduk muslim namun saat ini banyak terjadi gejolak sosial.
“Disana mayoritas adalah beragama islam tetapi ternyata Negara mereka tercabik-cabik. Teorinya adalah harus terjadi keseimbangan didalam kemasyarakatan. Tidak boleh didomonasi oleh satu agama, misalnya ada islam harus ada non islam walaupun presentasenya kecil dapat menjadi sebuah keseimbangan, “katanya.
Itulah alasannya untuk meramu dan mengelola perbedaan yang ada di kabupaten SBT untuk menjadi sebuah dorongan mempercepat pembangunan di daerah berjuluk Ita Wotu Nusa itu.
Dengan demikian kita bisa melihat bahwa semboyan ‘Satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa dan Bhinneka Tunggal Ika. (**)
