Hukum & Kriminal

Jacobus F. Puttileihalat Bakal Dihadirkan di Persidangan Kasus Dugaan Korupsi ADD SBB

Saksi Penjabat Desa Matapa Yopi Elake sedang memberikan keterangan di depan Pengadilan

Ambon,Maluku – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Seram Bagian Barat (SBB) Jhino Talakua SH, kembali menghadirkan 2 orang saksi yaitu Yopi Elake selaku Pejabat Desa Matapa, Kecamatan Taniwel Timur dan Octovianus Coorputy Mantan Kepala Desa Rumah Kai, Kecamatan Amalatu, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) untuk menyampaikan keterangan kepada Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Negeri Ambon, dalam kasus dugaan korupsi Anggaran Dana Desa Kabupaten Seram Bagian Barat senilai 1,9 Miliar.

Sidang yang dipimpin langsung oleh Christina Tetelepta selaku Hakim Ketua, didampingi Didik Ismiyatum dan Bernard Panjaitan selaku Hakim Anggota berlangsung, Senin (29/05).

Kepada Majelis Hakim PN Ambon, Yopi Elake selaku Pejabat Desa Matapa Kecamatan Taniwel Timur mengakui telah menerima uang senilai 15 juta yang di transfer ke nomor rekening Desa oleh Meggie Pattirane yang saat itu menjabat selaku bendahara pengeluaran Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMD) Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB).

“ Berdasarkan Informasi yang disampaikan dalam pertemuan umum yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten SBB yang saat itu dihadiri oleh Kepala BPMD Reionald Silooy yang menyapaikan bahwa guna membiayai Tunjangan Aparatur Desa dikarenakan belum tercairnya anggaran dana desa oleh Pemda SBB, maka setiap desa akan diberikan tunjangan sebesar 15 juta oleh BPMD SBB dengan catatan ketika Dana ADD telah dicairkan oleh Pemda SBB maka dana tersebut harus secepatnya dikembalikan oleh Pemerintah Desa kepada BPMD SBB,” ucap Yopi Elake.

Dikatakannya berdasarkan arahan yang disampaikan oleh Kepala BPMD Reionald Silooy dalam pertemuan umum dengan para Kepala Desa di Kantor Bupati Seram Bagian Barat, selanjutnya pihak BPMD Kabupaten Seram Bagian Barat pun mencairkan anggaran senilai 1,9 Milyar dan ditransfer 15 juta ke nomor rekening masing-masing Desa di Seram Bagian Barat.

“ Dana 15 juta tersebut digunakan untuk membayar tunjangan Aparatur Desa dengan mekanisme pembagiannya diatur oleh Bendahara Desa. Untuk proses pengembalian anggaran tunjangan bagi aparatur Desa senilai 15 juta yang ditransfer oleh BPMD Kabupaten Seram Bagian Barat , sesudah ADD telah dicairkan pada tanggal 28 November 2015, Saya baru mengembalikan uang pinjaman tersebut ke BPMD pada tahun 2016, yang mana saat itu Saya mendatangi langsung Kepala BPMD Pak Reionald Silooy untuk mau mengembalikan uang pinjaman tersebut, namun diarahkan oleh Pak Silooy untuk menyerahkan uang pinjaman ke ibu Meggie Pattirane selaku Bendahara agar nanti langsung di setor kembali ke kas Negara,” ungkapnya.

Sementara itu, Octovianus Coorputy dihadapan majelis hakim mengatakan, selaku Kepala Desa Rumah Kai, Kecamatan Amalatu, Kabupaten Seram Bagian Barat, yang menjabat selama 8 tahun yaitu tahun 2009 sampai 2016, sebelum dana bantuan senilai 15 juta yang diberikan oleh BPMD pada tahun 2015, Pemerintah Kabupaten Seram Bagian selalu memberikan anggaran tunjangan Aparatur Desa yang biasanya diberikan oleh Pemerintah Kabupaten ke Pemerintah Desa per triwulan atau 3 Bulan dengan nilai Rp 7.950.000 .

“Dana ADD yang diberikan oleh Pemda tersebut digunakan untuk membayar tunjangan aparatur desa dengan perincian, untuk Kepala desa diberikan tunjangan senilai Rp 1.800.000, Sekertaris Desa dengan tunjangan 1.600.000 dan 3 Kaur Desa diberikan tunjangan Rp 1.500.000 per orang,” ucap Coorputy.

Coorputy yang ditanyakan oleh Didik Ismiyatum selaku Hakim Anggota PN Ambon mengatakan dirinya baru mengetahui informasi dari para Kepala Desa lain yang memberitahu bahwa adanya anggaran tunjangan aparatur desa senilai Rp 15 juta yang transfer oleh pihak BPMD Kabupaten Seram Bagian Barat tahun 2015.

“ Saya diberitahu oleh teman-teman Kepala Desa lain yang saat itu baru pulang melakukan aksi di depan Kantor Bupati SBB untuk menuntut dibayarkannya tunjangan bagi Aparatur Desa, bahwa ada anggaran 15 juta yang akan ditransfer oleh pihak BPMD ke rekening Desa. Sehingga untuk memastikan Kebenaran Informasi tersebut saya bersama Bendahara Desa Rumah Kai mendatangai Kantor BPMD untuk menanyakan informasi tersebut. Sesampainya di Kantor BPMD kami diterima oleh Kepala BPMD Pa Reionald Silooy yang kemudian menyuruh Bendahara BPMD untuk menyerahkan uang 15 juta kepada saya dan bendahara desa. Pak Silooy juga menyampaikan kepada kami berdua, anggaran tersebut dipakai untuk membayar tunjangan aparatur desa yang terkendala akibat belum dicairkannya dana desa (ADD) tahun 2015 oleh Pemda, dengan catatan ketika Anggaran Dana Desa tahun 2015 telah dicairkan oleh Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), dana 15 dari pihak BPMD harus dikembalikan agar dimasukan kembali ke Kas Negara,”ungkapnya.

Dikatakannya untuk proses pengembalian anggaran 15 juta dari BPMD, dirinya baru mengembalikan anggaran tersebut tahun 2016 dengan penyetoran dilakukan 2 kali setelah dirinya mendapat panggilan untuk diperiksa oleh pihak Kejaksaan Negeri Seram Bagian Barat.

“ Dana 15 juta tersebut baru bisa saya kembalikan ditahun 2016 sehabis saya diperiksa oleh Tim Jaksa Penyidik Kejari SBB. Saya telah melakukan pengembalian uang 15 juta ke BPMD dengan 2 penyetoran yaitu untuk setoran pertama Rp 10 juta dan setoran kedua Rp 5.900.000 yang diserahkan oleh Bendahara Desa Rumah Kai kepada Bendahara BPMD Kabupaten SBB yang selanjtunya akan dikembalikan ke keuangan kas negara, Saya juga sempat diminta oleh Jaksa Penyidik untuk jangan dulu mengemblikan uang kepada pihak BPMD dan tidak tau pasti apa maksud dari Tim Penyidik Kejari SBB kepada saya, ” tandasnya.

Menanggapi apa yang disampaikan oleh Mantan Kepala Desa Rumah Kai Octovianus Coorputy kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ambon mengenai Tindakan Penyidik Kejari Seram Bagian Barat yang sengaja menghalangi proses pengembalian uang oleh Kades Rumah Kai kepada pihak BPMD , Syukur Kaliki SH, dan Reza Shuri Latuconsina, SH, selaku Kuasa hukum terdakwa Mantan Kepala BPMD Reionald Silooy meminta kepada JPU untuk bersikap netral dalam penanganan kasus Korupsi ADD Seram Bagian Barat.

Sidang ditutup oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ambon Christina Tetelepta, dan akan dilanjutkan Senin depan dengan agenda pemeriksaan saksi.

Syukur Kaliki saat ditemui INTIM NEWS di Pengadilan Negeri Ambon mengatakan, selaku kuasa hukum dari Mantan Kepala BPMD Reionald Silooy dirinya menilai tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Kejaksaan Negeri Seram Bagian Barat dengan menghalang-halangi para Kepala Desa yang ada di SBB untuk mengembalikan uang pinjaman ke pihak BPMD sampai proses persidangan berlangsung sangat tidak rasional.

“ Sangat tidak rasional tindakan yang dilakukan oleh Tim Penyidik Kejari SBB atas niat tulus dari para Kepala Desa untuk secepatnya mengembalikan uang pinjaman ke pihak BPMD, mestinya teman-teman Jaksa Penyidik atau JPU dari Kejari SBB sebelum menetapkan tersangka sudah harus memperjelas bahwa kalau melakukan pemeriksaan kepada para Kepala-Kepala Desa yang ada Di Kabupaten SBB harus menyarankan untuk secepatnya mengembalikan pinjaman kepada pihak BPMD. Kasihan juga para Kades yang dihadirkan sebagai saksi, pekerjaan mereka menjadi terancam dan kehidupan mereka juga terlunta-lunta. Padahal secara keseluruhan dari 92 Kades telah mengembalikan uang ini ke Kas Negara,” Ucap Kaliki.

Menyoal adanya keterlibatan matan orang nomor satu di kabupaten SBB, Jacobus F.Puttliehlat, Kaliki mengungkapkan berdasarkan koordinasi yang dilakukan oleh dirinya dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Seram Bagian Barat akan menghadirkan Mantan Bupati Seram Bagian sebagai saksi setelah JPU menyelesaikan pmeriksaan terhadap 92 Kepala Desa yang ada di Kabupaten SBB.

“ Setelah saya konfirmasi dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari SBB berencana akan menghadirkan Mantan Bupati SBB di Persidangan ini, tetapi nanti setelah ada panggilan dari JPU, ini masih pemeriksaan untuk kalangan para Kepala-Kepala Desa di SBB. Setelah pemeriksaan para kepala desa selesai dilakukan mungkin akan dilakukan pemeriksaan terhadap Bupati atau SKPD yang ada di Kabupaten SBB,” Ungkapnya.

Menurutnya untuk kasus korupsi ADD tahun 2015 Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) sebenarnya tidak ada indikasi keterlibatan Mantan Bupati atau SKPD Kabupaten SBB, melainkan ulah dari Para Kepala Desa yang ada di SBB yang tidak menaati prosedur pengembalian anggaran dari BPMD.

“ Saya melihat Mantan Bupati ataupun SKPD tidak terlibat dalam kasus ADD tahun 2015 Kabupaten SBB, malahan di Proyek atau program ini kegiatan ini, saya menganggap bahwa Pemerintah terlalu baik kepada rakyat dan para Kepala Desa yang ada di SBB yang mana Pemerintah Kabupaten SBB mampu mengalokasikan anggaran dari dana lain untuk diberikan kepada para Kepala Desa. Menurut Saya, pihak Kejaksaan Negeri SBB jangan terlalu menyalahkan pihak Pemerintah SBB yang telah legowo memberikan bantuan kepada para Kepala Desa,” tandasnya.

Untuk diketahui bahwa pada tahun anggaran 2015, Kabupaten SBB melalui BPMD memberikan ADD bagi 92 desa se-Kabupaten SBB dengan total anggaran yang dicairkan sebesar Rp 1,9 miliar. Anggaran tersebut untuk pembayaran tunjangan bagi 92 kepala desa atau Raja di Kabupaten setempat tahun 2015 dengan masing-masing desa diberikan anggaran senilai 15 juta.

Namun sayangnya, anggaran Rp 1,9 miliar tersebut bukan bersumber dari ADD, melainkan bersumber dari APBD Kabupaten SBB. Sebab, pada saat itu anggaran untuk ADD belum sempat dicairkan melalui APBD oleh Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Barat yang saat di masih dijabat oleh Bupati Jacobis Puttileihalat. Dengan catatan, ketika ADD telah dicairkan ke rekening masing-masing kepala desa dan raja, maka masing-masing kepala desa maupun raja harus mengembalikan atau menggantikan dana APBD tersebut ke kas daerah.

Dari hasil penyelidikan dan penyidikan,yang dilakukan oleh Tim Penyidik Kejaksaan Negeri Seram Bagian Barat, ternyata sebagian dana tersebut tidak disalurkan ke 43 kepala desa dari total 92 kepala desa di Kabupaten SBB. Terungkap bahwa anggaran untuk 43 kepala desa itu dipakai tersangka Reionald Silooy yang bekerja sama dengan tersangka Amelia Tayane dan tersangka Meggie Pattirane untuk kepentingan Dinas.

“Tahun 2015, sebanyak 92 kepala desa maupun raja di Kabupaten SBB masing-masing menerima gaji selama enam bulan sejak Januari – Juni sebesar Rp 3.600.000, dengan gaji per bulannya sebesar Rp 600 ribu. Dan terungkap bahwa sebanyak 43 kepala desa tidak menerima gajinya,” beber Jaksa Penuntut Umum Kejari SBB Jhino Talakua kepada Wartawan pada beberapa bulan lalu di Pengadilan Negeri Ambon.

“Dan sebagian kepala desa maupun raja yang telah menerima gaji itu telah mengganti anggaran APBD ke kas daerah sebesar Rp 1,2 miliar. Sisanya Rp 700 juta belum dikembalikan oleh sebagian ke¬pala desa maupun raja,” imbuh Talakua. (IN-10)

Print Friendly, PDF & Email
Comments
To Top