Perdalam Kasus BPJN, Penyidik Kejati Maluku Periksa Saudara Hendrik Lumangko

Ambon,Maluku- Skenario dibalik kasus dugaan korupsi penggunaan Anggaran APBN tahun 2015 senilai 3 milyar yang melibatkan Zadrak Ayal Mantan Kepala Tata Usaha(KTU) Balai Pengawasan Jalan Nasional (BPJN) wilayah IX Maluku dan Maluku Utara dalam transaksi lahan seluas 4000 meter persegi di desa Tawiri Kecamatan Teluk Ambon.
Guna memperdalam informasi-informasi penyidikan mengenai transaksi anggaran pembelian lahan yang ada diDesa Tawiri tersebut, Jaksa Penyidik Kejati Maluku kembali melakukan pemeriksaan terhadap orang saksi Desi Frans yang diketahui sebagai adik sepupu dari Hendro Lumangko.
Kepada Wartawan diruangan Pers Kejaksaan Tinggi Maluku,Kepala Penerangan dan Humas (Kasipenkum) Kejati Maluku, Samy Sapulete membenarkan adanya pemeriksaan terhadap saksi Desi Frans yang diperiksa oleh Jaksa Penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku Aser Orno diruangan Penyidik Kejakti Maluku, Rabu (19/04).
” Ya benar hari ini telah dilakukan pemeriksaan terhadap Desi Frans oleh Penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku Aser Orno diruangan Kejati Maluku yang berlansung sekitar pukul 8.30 Wit – 10.30 Wit dan dicecar 17 pertanyaan. Dari hasil pemeriksaan penyidik Kejati Maluk diketahui bahwa Desi Frans adalah saudara sepupu dari Hendrik Lumangko yang dipinjamkan uang dari Hendrik Lumangko dalam proses pembelian lahan dengan Atamimi Alkaitiri selaku pemilik lahan,” ungkap Sapulete.
Dijelaskan, pada tahun 2015, BPJN Provinsi Maluku – Malut mendapatkan alokasi anggaran pengadaan lahan sebesar Rp. 3 Miliar yang bersumber dari APBN. Kemudian Sadrach Ayal selaku Kepala Tata Usaha pada BPJN Provinsi Maluku – Malut ditunjuk sebagai Pejabat Pelaksana Kegiatan (PPK).
Dalam pelaksanaannya, Sadrach Ayal diketahui telah menemui Hendro Lengkong selaku pemilik lahan seluas 4485 meter persegi di Desa Tawiri itu untuk membeli lahannya.
“Lahan seluas 4485 meter persegi itu awalnya dibeli Hendro Lengkong dari pemilik lahan pertama Attamimi melalui calo Frangky Rumpeniak senilai Rp 1,6 miliar, dengan NJOP permeter sebesar Rp 300 ribu. Kemudian Sadrach Ayal selaku PPK menemui Hendro Lengkong untuk membeli lahan tersebut sebesar Rp 3 miliar pada Desember 2015, dengan NJOP permeter Rp 600 ribu. Dengan catatan pajak ditanggung Hendro,” bebernya.
Namun faktanya dalam proses pembelian lahan di Desa Tawiri itu, terdapat prosedur-prosedur yang tidak dilakukan oleh pihak BPJN. Seperti tidak ada proses NJOP atau tidak berdasarkan harga pasar.
“Anggaran pengadaan lahan di Desa Tawiri itu sudah dicairkan dan dibayarkan kepada Hendro Lengkong sebesar Rp 3 miliar di tahun 2015. Lahan tersebut direncanakan akan digunakan untuk pembangunan mess dan penampungan alat-alat berat BPJN. Namun, dalam pembelian lahan itu tidak dilakukan sesuai SOP yang sudah ditentukan. Antara lain, Peraturan Presiden dan ketentuan perundang-undangan lainnya,” jelas Samy.
Dalam pembelian lahan tersebut juga tidak dilakukan oleh pihak ketiga, melainkan dilakukan langsung oleh pihak BPJN. Sebab, anggaran pengadaan lahan dibawah Rp. 5 Miliar.
“Berdasarkan peraturan Presiden, jika anggarannya dibawah Rp 5 miliar, maka ditangani langsung oleh inatansi terkait. Dan jika anggarannya di atas Rp 5 miliar, maka pelaksananya adalah sekertaris daerah. Namun walau instansi tersebut yang melakukan pekerjaan tapi harus melalui mekanisme yang telah ditetapkan,” terangnya.
Guna memperdalam informasi-informasi penyidikan mengenai transaksi anggaran pembelian lahan yang ada di Desa Tawiri tersebut, Jaksa Penyidik Kejati Maluku juga pernah melakukan pemeriksaan terhadap orang saksi yaitu Hendro Lumangko selaku pihak yang membeli lahan dari pemilik tanah atas nama Atamimi Alkatiri, sedangkan untuk saksi Samsudin Punding (Kuasa Penjual tanah dari Atamimi sebagai pemilik tanah pertama). (IN-10)
