Derita Ibu Beranak Lima di SBB yang mengidap Infeksi Tulang Kronis

PIRU,SBB- Malang nian nasib yang dialami Alwiyah Patty (35). Ibu rumah tangga yang memiliki lima orang anak ini, sejak 2011 lalu, keseharian hidupnya dilalui dengan penuh penderitaan.
Derita yang dialami bukan saja bathin, namun juga derita fisik. Hal itu terjadi, karena dia sedang mengidap penyakit infeksi tulang yang sudah cukup kronis dibagian kaki.
Saat ini kondisi fisik Alwiyah sendiri, sudah tidak lagi normal sebagamaina masyarakat pada umumnya. Dari hari ke hari, buah kaki kirinya terus mengalami kekurusan, hingga yang nampak hanya kulit membungkus tulang.
Selain itu, Istri dari Azis Hadeo (35) ini, ternyata hanya memiliki sebelah kaki bagian kiri. Sedangkan kaki sebelah kanan miliknya, telah dia relakan untuk diamputasi pada tahun 2012 lalu.
Ketika ditemui wartawan di rumahnya, di Gang Lordu, Negeri Latu, Kecamatan Amalatu Kabupaten Seram Bagian Barat, Rabu (19/4), Alwiyah tampak sedang duduk lesuh tidak berdaya diatas kursi roda. Ia ditemani oleh dua anak perempuannya yang masih Balita.
Berada tepat dibawah sinar matahari yang menembus atap rumah berbahan daun sagu, Alwiyah hanya terlihat pasrah sambil sesekali mengerang merasakan sakit yang menjalar ke sekujur tubuh, akibat luka infeksi tulang yang telah membusuk di telapak kaki serta bagian tumit.
Alwiyah diketahui memang sedang mengkonsumsi obat rekomendasi dari dokter. Namun obat tersebut, juga tidak lagi mampu menghilangkan rasa sakit, apalagi sampai mau menyembuhkan lukanya.
Kadangkala, guna menghilangkan sakit yang sedang memuncak, sesekali dia mengakali hal itu dengan mengajak anak-anaknya bercanda atau membuat sesuatu yang bisa mengalihkan rasa sakit tersebut.
Kepada wartawan, Alwiyah mengaku sudah tidak tahan menanggung sakit. Terkadang dia berharap semoga azal cepat menjemputnya. Namun dalam kepasrahannya itu, dia teringat akan nasib ke-lima anaknya yang masih kecil-kecil.
Atas dasar itu, dengan semampu tenaga, dia mencoba melawan segala takdir yang sedang dihadapi. Ada teguh yakin dihatinya, bahwa untuk bisa mengakhiri penderitaannya itu, satu-satunya jalan adalah kaki kiri yang sudah terinfeksi itu, harus segera diamputasi.
Lantas, kenapa tidak secepatnya dilakukan amputasi? Ketika wartawan menanyakan hal itu, Alwiyah seketika diam membisu. Tak tahan dengan kesedihan yang terpendam lantaran ketidakmampuan ekonomi, dia akhirnya menangis lirih.
“Jujur saja, beta jua seng tega lia beta punya maitua menderita kaya begini” (Jujur saja, saya juga tidak tega melihat istri saya menderita sepert ini). Katong (kami) sekeluarga, sangat berharap agar Wiyah cepat sembuh. Katong juga sangat mau kalo Wiya punya kaki ini, harus segera di amputasi. Cuma itu, operasi amputasi itu akang butuh biaya seng sadiki. Katong mau dapat uang banya-banya itu dari mana,” keluh Azis Hadeo, menanggapi pertanyaan wartawan ke istrinya yang saat itu sudah tidak lagi berucap-kata.
“Jujur, sejak Wiya sakit dari tahun 2015 itu, beta seng kaluar kampong untuk pigi mancari lai. Beta lebih banya habiskan waktu di rumah par rawat Wiya. Kalaupun ada kesempatan, beta cuma bisa ka utang pi cari rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Beta mau kaluar kampong, ana-ana masih kacil-kacil. Dengan Wiya punya kondisi kaya bagini, sapa mau urus dong (mereka). Jadi, kalo par makang hari-hari, mungkin katong masih mampu. Tapi kalau sampe par operasi, katong hanya pasrah,” tambahnya datar dengan bibir sedikit bergetar.
Menurut Azis, pada tahun 2016, dengan bermodal kartu BPJS, mereka pernah mengadu nasib ke Rumah Sakit Bhayangkara Tantui, RST (Rumah Sakit Tentara) bahkan RSUD Haulussy Ambon untuk meminta dilakukannya operasi amputasi.
Sayangnya, pihak rumah sakit tidak bersedia melakukan hal itu. Tidak tahu apa alasannya, namun sebagai pengganti operasi, pasien Alwiyah hanya diberikan pelayanan kesehatan biasa.
Setelah beberapa waktu kemudian, cek punya cek, rupanya manajemen dari tiga rumah sakit itu tidak mau melakukan operasi amputasi, lantaran si pasien hanya berobat dengan BPJS.
Lebih jauh Azis mengisahkan, penyakit infeksi tulang yang diidap istrinya itu, telah ada sejak penderita masih berusia remaja. Masa itu, bagian fisik yang pertama kali terinfeksi adalah ujung jari kaki sebelah kanan.
Katanya, ada seorang mantri saat mengetahui kalau tulang kaki milik Alwiyah telah terinfeksi, dia pernah menyarankan ke orang tuanya, supaya bagian kaki yang sudah terinfeksi itu segera dipotong. Namun apalah daya, lagi-lagi karena biaya.
Singkat cerita, akibat dari infeksi tersebut, pada tahun 2010, kaki sebelah kanan milik Alwiyah, secara perlahan mulai membusuk. Bersamaan dengan itu, tulang-belulang dibagian jari-jemari kaki, juga retak satu persatu.
Hingga akhirnya, berkat pertolongan sejumlah pihak, pada tahun 2012, dokter berhasil mengamputasi kakinya yang sebelah kanan.
“Abis operasi itu, Wiya pung kondisi su (sudah) baik paskali. Biar bajalan dengan tongkat, tapi dia masih bisa selesaikan beberapa tugas selaku ibu rumah tangga. Cuma beberapa tahun kemudian, memasuki tahun 2015, dia mulai alami sakit parah di kaki sabalah kiri. Dan pada tahun 2016 hingga sekarang, rasa sakit itu akang mulai bengkak dan akhirnya berubah jadi luka basar dibagian dalam telapak kaki,” tutur Azis datar.
Sebagai seorang suami yang sangat mencintai istri beserta anak-anaknya, Azis tentu akan gigih berjuang demi menyembuhkan penyakit Alwiyah. Tapi, semua itu mau dilakukan dengan jalan apa? Dia sendiri, hanya seorang petani kampung yang tidak punya penghasilan tetap.
Maka itu, karena tidak punya cukup uang untuk membiayai mahar operasi tersebut, saat ini, Aziz beserta keluarga kecilnya, hanya bisa pasrah sambil berharap ada uluran kasih dari pemerintah daerah ataupun pihak lain.
“Memang solusinya itu, harus amputasi. Tapi kendalanya itu, katong seng punya uang. Jadi mau biking bagemana. Makanya beta sering kasi tahu Wiya, supaya dia tetap sabar. Seng boleh berenti berdoa, ikhlaskan semuanya ke Allah SWT,” ujar Azis lirih, dengan penuh harap semoga ada pihak tertentu yang mau bersedia membantu susahnya. (IN-01/Rull)
