Buru

Rekomendasi Panwas Buru Bakal Diuji di DKPP

Fahri Bachmid

AMBON,MALUKU – Rekomendasi Panitia Pengawasan Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Buru terhadap penyelenggaraan Pilkada di daerah setempat diusulkan untuk diuji pada Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) di Jakarta.

Ketua Tim Hukum Paslon Ramly Umasugi-Amustofa Besan, Fahri Bachmid  di Ambon, menilai secara yuridis rekomendasi (kajian dugaan pelanggaran No.08/LP/PILBUB/II/2017 tanggal 25 Februari 2017) yang dikeluarkan oleh Panitia Pengawas (Panwas) Kabupaten Buru hanyalah hal-hal yang berkaitan dengan kode etik dan administratif belaka sehingga dianggap masuk pada ranah etik dimana tergugatnya adalah Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah yaitu KPUD beserta perangkat-perangkat teknis lainnya.

Untuk itu, pihaknya mengusulkan agar rekomendasi tersebut harus diuji lebih lanjut pada tingkat persidangan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Jakarta.

“Artinya dugaan pelanggaran administrasi yang diduga dilakukan oleh penyelenggara yaitu pada tingkat PPK, PPS dan KPPS yang diduga terjadi di beberapa TPS itu harus diuji lebih jauh kebenaran materil atas laporan itu, jadi belum dapat disimpulkan bahwa telah terjadi pelanggaran karena yang berwenang adalah DKPP, ” ujar Bachmid.

Dia menjelaskan berdasarkan UU RI No.15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum khusunya ketentuan norma pasal 109 ayat (2) yang menyebutkan bahwa DKPP dibentuk untuk memeriksa dan memutuskan pengaduan dan/atau laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU, anggota KPU Provinsi, anggota KPU Kabupaten/Kota, anggota PPK, anggota PPS, anggota PPLN, anggota KPPS, anggota KPPSLN, anggota Bawaslu, anggota Bawaslu Provinsi dan anggota Panwas Kabupaten/Kota, anggota Panwaslu Kecamatan, anggota Pengawas Pemilu lapangan dan luar negeri. Kemudian pasal 112 ayat (10) disebutkan bahwa putusan DKPP berupa sanksi atau rehabilitasi diambil dalam rapat pleno DKPP ayat (11) menyebutkan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dapat berupa teguran tertulis pemberhentian sementara atau pemberhentian tetap.

“Jadi semua dugaan itu harus di verifikasi secara hukum melalui sebuah persidangan etik oleh DKPP dengan memanggil semua pihak untuk didengar keterangan dan pembelaannya,” katanya.

Dalam konteks hukum Pilkada sesuai optik hukum tata negara, menurut pengacara kondang ini, maka antara sanksi etik terhadap penyelenggara dengan produk/hasil Pilkada adalah dua hal yang berbeda antara bumi dan langit karena berdasarkan desain konstitusional sebagaimana diatur dalam UU RI No.10 Thn 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas UU RI No.1 Thn 2015 Tentang Penetapan PERPU No.1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang telah diatur secara diferensiasi terkait lembaga/organ negara yang diberi mandat penyelesaian persoalan sengketa hukum dalam Pilkada sehingga apa yang diputus oleh Panwas ranahnya adalah administratif sedangkan yang diputus oleh DKPP ranahnya adalah sanksi etik.

“Jika memang terbukti dan kesemuanya itu tidak ada kaitannya dengan hasil Pilkada karena ranah dan rezim hukumnya berbeda. Artinya hasil Pilkada Buru yang diselenggarakan oleh KPUD Buru adalah produk yang sudah benar secara hukum dengan basis legal konstitusional serta legitimate,” tegas Fahri. (IN-04)

Print Friendly, PDF & Email
Comments
To Top