Komisi A Ngadu Soal Wilayah Perbatasan ke Pempus

AMBON,MALUKU- Komisi A DPRD Maluku akhirnya mengadu ke pemerintah pusat soal pembangunan infrastruktur di wilayah perbatasan di Provinsi Maluku. Hal ini disampaikan llangsung oleh Anggota Komisi A DPRD Maluku, Amir Rumra kepada wartawan di Baileo Rakyat Karang Panjang Ambon, kemarin.
Dia mengatakan, pihaknya telah melakukan langkah-langkah hingga akhirnya memutuskan untuk melakukan penyampaian aspirasi di pusat. Menurutnya, masih banyak hambatan dan tantangan pada wilayah perbatasan itu, sebagai contoh terkait dengan angkutan penyebrangan baik barang maupun jasa serta sarana kesehatan di wilayah itu.
“Jujur pada daerah perbatasan di Maluku masih saja ada hal-hal yang menyesahkan maupun meresahkan kami di pemerintahan bayangkan saja akses transportasi untuk penyediaan barang dan jasa kami sangat susah, apaagi dengan sarana wilayah berciri kepulauan ini, sulit untuk kami menjangkaunya, kesehatan saja susah di sana,”ujar Rumra.
Kemudian kata Politisi PKS ini, beberapa wilayah di Maluku yang masuk dalam kategori wilayah perbatasan ini seperti Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan Maluku Barat Daya yang ditinjau dari aspek telekomunikasi saja masih minim. Bagaimana tidak, menurutnya signal telepon genggam yang digunakan oleh daerah disana itu tidak lagi signal asal Indonesia namun signal yang lanhgsung terhubung dengan dua negara tetangga yakni Australia dan Timor Leste. Lalu bagaimana dengan Program Telkom yakni menjangkau dan menghubung semua pulau dengan genggaman telepon.
“Untuk itu kami sangat mengharapkan agar ada perlakukan khusus bagi kami di Maluku karena dari sisi kemanusiaan, kami sangat ditinggalkan sehingga perlu adanya perbaikan dari segala sisi,”jelasnya.
Terkait hasil pertemuan dengan pemerintah pusat, kata Rumra pihaknya telah bertemu dengan PLT Asisten Deputi Potensi Kawasan Perbatasan Laut BNPP, Asmawa yang menganjurkan agar daerah harus melakukan gebrakan terhadap hal ini di pemerintah pusat melalui program-program yang nantinya akan diusulkan oleh daerah ke pusat.
Ketua F-PKS ini menambahkan, mendengar kronologis dari pembuat UU 23 tahun 2014 itu bahwa Kononnya, selama ini terkait pengeloaan batas Negara itu menjadi kewenangan daerah dengan otonomi namun karena uangnya ada di pusat makanya dicetuslah UU tersebut dengan konsekwensi bahwa pengelolaanya harus dipusat sehingga tidak mengalami tumpang tindih pekerjaan.
Namun menariknya, kata Rumra itu, pemerintah pusat menyarankan agar daerah mengusulkan program pengelolaan perbatasan ke pusat sehingga nantinya akan direalisasi. “Kita akan kembali melakukan pertemuan dengan pemerintah daeah untuk membicarakan program apa saja yang akan didrop pada wilayah kawasan perbatasan di Maluku ini sehingga tidak ada kesenjangan pembangunan lagi dari segala segi,”tandasnya. (IN-04)
