Keputusan MK Soal Pembaruan UU MIGAS, Rektor Unpatti : Akademis Harus Ambil Peran

AMBON, MALUKU- Merespon keputusan Mahmakam Konstitusi terkait pembaruan UU Migas No. 22 Tahun 2002. Rektor Universitas Pattimura (Unpatti) Prof, Dr. M.J Saptenno,SH.M.Hum mengungkapkan perguruan tinggi sebagai wadah menciptakan manusia unggul dan berkualitas, harus mengambil bagian memberikan kontribusi pada pemerintah lewat usul pembaruan UU Migas agar menimalisir kepentingan politik.
Demikian disampaikan Sapteno saat membuka kegiatan Fokus Grup Diskusi (FGD) dengan tema ‘Pembaruan Undang-Undang Migas Yang Sesuai Dengan Amanah UUD 1945,’ kerja sama Prodi Hukum Ekonomi dan Pengembenagan Fakultas Hukum Unhas dan Fakultas Hukum Unpatti.
“Kampus sebagai lembaga ekstra parlemen diwajibkan untuk turut andil memberikan kontribusi ide dalam memberikan usulan pembaruan UU Migas agar menimalisir tekanan kepentingan, karna kampus di percaya punya nilai-nilai akademik autenik yang dapat dierima,” ungkap Sapteno.
Selanjutnya ia mengatakan Jika diajak kritis pembuatan ragulasi saat ini sarat dengan kepentingan politik dan penguasa asing, karna digagas oleh lembaga politik. Olehnya itu pikiran cemerlang dan objektif secara teoritik dari akademis dibutuhkan untuk mewujudkan cita-cita kebangsaan.
“Kita bisa lihat saja banyak regulasi yang dibuat, tapi tidak berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Pihak asing mempunyai kepentingan dengan sumber daya alam kita, dan regulasi yang dibuat juga dibawah tekanan mengikuti kepentingan-kepentingan itu,” jelasnya.
Dilanjutkan, Maluku sebagai daerah yang mempunyai 32 blok Migas pastinya menjadi incaran internasional, olehnya itu pembaruan UU Migas sangat penting bagi kelangsungan hidup masyarakat Maluku.
“Kalau dulu ada dua komoditi yang menjadikan Maluku sebagai tujuan dunia internasional yaitu pala dan cengkih, sekarang Migas yang menjadikan Maluku incaran dunia internasional,” katanya.
Menurutnya, harus ada norma sebagai landasan hukum yang dipakai untuk berjuan mengembalikan kedaulatan energi dari cengkraman asing, yaitu satu regulasi yang benar-benar mewakili kepentingan masyarakat.
“Kalau tidak ada norma sebagai landasan hukum yang kuat untuk mengembalikan kedaulatan energi, maka apapun yang kita perjuangkan berada pada posisi lemah dan tidak akan mendapatkan perhatian serius dari pemerintah,” pungkasnya.
Ia juga meminta kepada perwakilan SKK Migas untuk berfikir dan bertindak objektif dan tidak boleh terkontaminasi dengan kepentingan-kepentingan kelompok tertentu.(IN-10)
