Ambon,Maluku – Munculnya tiga pasangan calon gubernur yang bertarung di ajang lima tahunan, Pilkada Maluku 2018,memberikan pilihan yang beragam bagi masyarakat yakni dengan konfigurasi dua Calon Kepala Daerah lewat jalur Partai Politik (Parpol) yakni Paslon yang mengusung Jargon SANTUN, Said Assagaf dan Andre Rentanubun, BAILEO, Murad Ismail dan Barnabas Orno dan satu Calkada lewat jalur perseorangan atau Independen yang disebut- sebut sebagai representasi rakyat Yakni paslon HEBAT, Herman Koedubun dan Abdulah Vanath.
Terkait munculnya Calon Independen yang merupakan bagian dari representasi rakyat mendapat tanggapan dari salah satu pemerhati politik di Maluku, James Timisela.
Timisela yang ditemui di Ambon, Rabu (21/2) mengungkapkan, munculnya Calon Kepala Daerah yang biasanya harus melewati jalur Parpol yang nota bene adalah representasi Parpol, tetapi kali ini yang terjadi adalah masyarakat malah kembali memberikan kepercayaan dan dukungan kepada figur diluar jalur Parpol semestinya harus menjadi evaluasi bagi Partai Politik terutama dalam hal rekrutmen kader politik yang akan diusung menjadi calon pemimpin daerah.
“Kalau kenyataannya ada calon pemimpin yang dihasilkan diluar Partai Politik, dimana ada ratusan ribu rakyat yang sudah merasa jenuh dengan intrik dan memilih menentukan pilihannya pada figur diluar Parpol maka itu tandanya kepercayaan masayarakat kepada parpol semakin menurun” ungkapnya.
Disinggung apakah menurunnya kepercayaan masyarakat, kepada Parpol adalah karena jenuhnya masyarakat terhadap sikap pragmatisme dengan adanya cost politik untuk meloloskan calon tertentu dalam bentuk rekomendasi, Timisela menampik, menurutnya turunnya tingkat kepercayaan dari masyarakat maupun kader adalah bentuk dari ketidakmampuan pimpinan partai di daerah yang tidak mampu melihat dan membaca keinginan masyarakat arus bawah dan memperjuangkannya pada tataran Pimpinan Pusat
“Jangan ketika Pimpinan Pusat mengeluarkan sebuah rekomendasi, lalu diharapkan semua struktur partai dibawahnya harus mengikutinya, padahal struktur partai di bawahnya , anggota, masyarakat pendukung maupun simpatisan selamanya tidak selalu sejalan dengan dengan keputusan tersebut, karena itu pimpinan parpol di daerah harus jeli dan harus memperjuangkan aspirasi arus bawah, ketimbang dengan dalih ketaatan lebih memilih mengamankan keputusan pimpinan DPP” kritik Timisella
Timisela mengungkapkan, proses pemilihan kepala derah yang pematur tidak sesuai dengan ekspetasi masyarakat maka akan rawan berada pada tataran pragmatisme, pasalnya jika pilihannya sedikit maka proses politik pragmatis dan trasaksional karena orang tidak lagi punya idelaisme berdasarkan pilihannya.
“Karena pilihan idealismenya tidak kesampaian maka, orang akan bekerja secara pragmatis dan tarnsaksional, keinginan dia hanya untuk mendapatkan sesuatu darai proses ini,karean pilihan rasionalnya gagal,” tandasnya.
Menurut Timisella, dengan munculnya tiga Paslon di Pilgub, yang ditandai dengan bergabungnya pasangan calon Independen, yang mengusung jargon HEBAT, Herman Koedubun dan Abdulah Vanath maka tingkat Pragmatisme dan politik transaksional semakin berkurang karena aspirasi politik masyarakat tersalurkan, pasalnya diungkapkan Timisella, jika calon independen maka masyarakat yang bergerak mencari pemimpinnya, tetapi kalau lewat jalur Parpol maka pemimpin yang bergerak mencari masyarakat sehingga retan terjadi pragmatisme dan politik transaksional (IN/NK)
